KONTRUKSI AKAD ASURANSI SYARIAH | Gudang artikel

KONTRUKSI AKAD ASURANSI SYARIAH

Selasa, 11 Desember 2018

Islam sebagai pranata sosial yang ajarannya diyakini mempunyai kesempurnaan nilai bagi kehidupan manusia telah berada dalam struktur kehidupan semenjak 15 Abad yang silam dengan ditandai oleh kenabian dan kerasulan Muhammad SAW. Awal babak baru bagi dunia kemanusiaan telah dimulai. Muhammad SAW sebagai seorang yang revolusioner telah memberikan tatanan kehidupan yang baru dalam struktur kehidupan manusia. Seluruh aspek kehidupan terarah pada satu fokus yaitu tatanan kehidupan yang diseseuaiakan dengan nilai dan ajaran Islam. Di ataranya dalam bidang muamalah yang dalam hal ini dikhusukan pada bidang asuransi Islam.
Kajian tentang asuransi dalam literatur keislaman di Indonesia termasuk sesuatu yang langka dan jarang ditemukan dalam buku-buku yang membahas tentang ekonomi Islam. Banyak penulis ekonomi Islam lebih menyukai fokus kajiannya terhadap masalah yang berkenaan dengan perbankan Islam dibanding kajian asuransi Islam. Padahal kajian mengenai asuransi terlahir satu “paket” dengan kajian perbankan Islam, yaitu bersama-sama muncul ke permukaan tatkala dunia Islam tertarik untuk mengkaji secara mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi Islam dalam tataran kelembagaan.
Pilihan tendensius tersebut lahir dengan mengedepankan lembaga keuangan perbankan dan asuransi sebagai model dalam mengkaji ekonomi Islam secara kelembagaan. Dapatlah dijadikan acuan dari beberapa tulisan para ekonom muslim kontemporer yang telah memberikan gambaran pada kita tentang keterpaduan kajian antara lembaga keuangan perbankan dengan lembaga keuangan asuransi dalam sebuah buku yang dijadikan referensi ilmiah bagi pengembangan ekonomi Islam.







PEMBAHASAN
KONTRUKSI AKAD ASURANSI SYARI’AH
A.    DEVINISI ASURANSI
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance , yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, disebutkan bahwa asuransi (at-ta’miin) adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat”.
Definisi asuransi menurut UU Republik Indonesia No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian BAB I pasal 1: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penganggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupya seseorang yang dipertanggungkan.
Islam memandang “pertanggungan” sebagai suatu fenomena sosial uang dibentuk atas dasar saling tolong menolong dan rasa kemanusiaan.
B.     PRINSIP DASAR ASURANSI SYARI’AH
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep Ekonomika Islami secara koprehensif dan besifat major. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi syariah merupakan turunan (minor) dari konsep Ekonomika Islami.
Begitu juga, asuransi harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Dalam hal ini prisip dasar aasuransi ada sepuluh macam yaitu:
1.      Tauhid (unity), prinsip ini merupakan dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam.
2.      Keadilan (justice), harus terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi.
3.      Tolong-menolong (ta’awuun), semangat tolong-mnolong harus menjadi dasar kegiatan berasuransi antara nasabah (anggota).
4.      Kerjasama (coorperation), sebagai apresiasi dari posisi manusia sebagai makhluk sosial, nilai kerja sama adalah suatu norma yang tidak dapat ditawar lagi.
5.      Amanah (trustworthy), dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan yang harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik. Begitu pula nasabah harus memberikan informasi yang benar tanpa manipulasi mengenai kerugian yang menimpa dirinya jika hal itu terjadi.
6.      Kerelaan (al-ridha), kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota/nasabah asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’) yang benar-benar digunakan untuk membantu anggota/nasabah yang lain jika mengalami kerugian.
7.      Kebenaran, dalam asuransi meliputi kebenaran materiil maupun formil harus didasarkan dengan nilai-nilai Islam.
8.      Larangan riba, dalam setiap transaksi seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan .
9.      Larangan maisir (judi), yaitu jangan sampai ada salah satu pihak yang mengalami kerugian, sementara pihak yang lainnya meraup untung.
10.  Larangan Gharar (ketidakpastian), secara bahasa yaitu suatu penipuan (alkhida’) yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaaan.
C.    PENGERTIAN AKAD DALAM ASURANSI
Lafal akad berasal dari lafal Arab al-’aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan al-ittifaq. Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikataan”.
Pencantuman kalimat yang sesuai dengan kehendak syariat maksudnya adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Sedangkan, pencantuman kalimat berpengaruh pada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang lain (yang menyatakan qabul).
Dalam teori hukum kontrak secara syariah (nazarriyati al-’uqud), setiap terjadi transaksi, maka akan terjadi salah satu dari tiga hal berikut. Pertama, kontraknya sah; kedua, kontraknya fasad; dan ketiga, aqadnya batal. Untuk melihat kontrak itu jatuhnya ke mana, maka perlu diperhatikan instrumen mana dari akad yang dipakai dan bagaimana aplikasikasinya.
Atas dasar ini, setiap pernyataan pertama yang di-kemukakan oleh salah satu pihak yang ingin mengikatkan diri dalam suatu akad disebut ‘pelaku ijab’ dan setiap pernyataan kedua yang diungkapkan pihak lain setelah ijab disebut qabil ‘pelaku qabul’; tanpa membedakan antara pihak mana yang memulai pernyataan pertama itu.
Apabila ijab dan qabul telah memenuhi syarat-syaratnya, sesuai dengan ketentuan syara’, maka terjadilah petikatan antara pihak-pihak yang melakukan ijab dan qabul dan muncullah segala akibat hukum dari akad yang disepakati itu.
D.    AKAD YANG MEMBENTUK ASURANSI SYARI’AH
Asuransi sebagai satu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari akad yang membentuknya. Hal ini disebabkan karena dalam praktiknya asuransi melibatkan dua orang yang terikat oleh perjanjian untuk saling melaksanakan kewajiban, yaitu antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.
Prinsip dasar yang membentuk akad ada empat macam dan harus ada pada setiap pembentukan akad, yaitu :
1.      Dua orang yang melakukan akad (al-‘aqidaini).
2.      Sesuatau (barang) yang diakadkan (mahal al-’aqd).
3.      Tujuan dari akad (maudhu’ al-‘aqd).
4.      Rukun (arkan al-’aqd), yaitu Ijab dan Kabul.
Akad yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad ghairu musamma (yang belum ada penamaannya) dan termasuk akad yang baru dalam literatur fiqh. Dalam beberapa hal ada proses analogi hukum (qiyas) terhadap praktik operasional asuransi dengan beberapa akad yang telah dikenal (musamma). Salah satunya adalah akad muwalat, yaitu akad antara dua orang yang tidak terikat hubungan nasab (keturunan) yang salah satunya mengcover musibah pertanggungan diyat terhadap peristiwa pembunuhan.
Di sisi lain asuransi juga dapat didasarkan pada akad tabarru’ yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain. Akad tabarru’ merupakan bagian dari tabadul hal (pemindahan hak). Walaupun pada dasarnya akad tabarru’ hanya searah dan tidak disertai dengan imbalan, tetapi ada kesamaan prinsip dasar di dalamnya, yaitu adanya nilai pemberian yang didasarkan atas prinsip tolong menolong dengan melibatkan perusahaan asuransi sebagai lembaga pengelola dana.
Akad lain yang dapat diterapkan dalam asuransi adalah akad mudharabah, yaitu akad yang didasarkan pada prinsip profit and loss sharing (berbagi atas untung dan rugi), di mana dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan (saving) dapat diinvestasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
E.     PREMI PADA ASURANSI SYARI’AH
1.      Devinisi premi
Ada beberapa pengertian dari premi itu sendiri yaitu :
a.       Kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
b.      Biaya pertanggungan yang dibayar secara sekaligus atau berkala oleh tertanggung kepada penanggung berdasarkan suatu polis.
c.       Insentif yang dapat ditawarkan bank kepada nasabah dalam transaksi tertentu, misalnya, berupa penurunan tingkat bunga terhadap nasabah yang membayar angsuran secara teratur dan sesuai dengan jadual yang ditetapkan.
d.      Biaya yang harus dibayar kepada perusahaan asuransi untuk memperoleh suatu penlindungan/jaminan asuransi atas risiko yang dapat menimpa suatu objek asuransi (premium).
e.       Kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
2.      Ketentuan premi pada asuransi syariah
a.       Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
b.      Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalitas untuk asuransi jiwa dan table morbiditas untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
c.       Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi hasilkan kepada peserta.
d.      Premi yang berasal dari jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
Karena dalam prinsip risk sharing perusahaan asuransi syariah memungkinkan untuk memberikan bagi hasil keuntungan investasi dan alokasi surplus underwriting kepada nasabah, untuk peserta yang melakukan perpanjangan kontrak risk sharing dapat diperlakukan sebagai berikut:
a.       Peserta yang mendapatkan bagi hasil investasi dan alokasi surplus underwriting maka sejumlah uang bagi peserta tersebut dapat diperlakukan sebagai pengurang premi renewal.
b.      Besarnya premi risk sharing untuk periode berikutnya tidak mesti sama dengan premi risk sharing periode atau tahun pertanggungan pertama.
c.       Dengan adanya bagi hasil investasi dan alokasi surplus underwriting maka besarnya premi renewal adalah premi risk sharing pada tahun bersangkutan dikurangi dengan bagi hasil investasi dan surplus underwriting.
F.     TUJUAN dan MANFAAT ASURANSI SYARI’AH
Pada dasarnya, tujuan asuransi syariah sama dengan asuransi konvensional. Namun pada asuransi syariah ada beberapa dasar yang penting, seperti akad, anti riba, menghilangkan indikasi perjudian dan lain-lain.Selain itu, mekanisme pengelolaannya juga berbeda. Contohnya pada soal premi.
Asuransi syariah menerapkan aturan pembayaran yang tetap, baik secara bulanan, triwulan atau tahunan. Artinya, pembayaran tidak akan menjadi lebih mahal bila dibayar bulanan dibandingkan dengan jika dibayar semesteran. Sistem pembayaran ini tidak sama dengan sistem pembayaran premi pada asuransi konvensional, yang jika dibayar bulanan akan menjadi lebih mahal dibandingkan dengan jika dibayar tahunan. Pada intinya, asuransi syariah tetap memenuhi unsur halal dan bermanfaat bagi sesama.
Ada beberapa manfaat dari asuransi syari’ah, Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu :
1.        Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan antaranggota.
2.        Implementasi dari anjuran Rasulullah saw. agar umat Islam salimg tolong-menolong.
3.        Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
4.        Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari risiko kerugian yang diderita satu pihak.
5.        Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
6.        Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya dalam jumlah tertentu, dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
7.        Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
8.        Menutup loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).






















PENUTUP
KESIMPULAN
Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa dalam praktik asuransi paling tidak ada dua akad yang membentuknya, yaitu, akad tabarru; dan akad mudharabah. Akad tabarru’ terkumpul dalam rekening dana sosial yang tujuan utamanya digunakan untuk saling menaggung (takaful) peserta asuransi yang mengalami musibah kerugian. Sedangkan akad mudharabah terwujud tatkala dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu diinvestasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan (profit).
Karena landasan dasar yang awal dari akad mudharabah ini adalah prinsip profit and loos sharing, maka jika dalam investasinya mendapat keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi bersama sesuai dengan porsi (nisbah) yang disepakati. Sebaliknya jika dalam ivestasinya mengalamai kerugian (loss and negative return) maka kerugian tersebut juga dipikul bersama-sama antara asuransi dan perusahaan.
Jumlah yang dibayarkan berdasarkan polis asuransi diinvestasikan berdasarkan prinsip mudharabah (dimana pemberi pinjaman ikut menanggung keuntungan maupun kerugian), untuk usaha-usaha komersial. Sebagai pengganti bunga yang ditentukan sebelumnya, keuntungan dibagikan sebagaimana umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial.
Untuk menjalankan bisnis asuransi dalam bentuk koperasi, para pemegang polis diikat dengan persetujuan mereka untuk menyumbangkan sebagian keuntungan mereka (sepertiga atau seperempat) untuk dana cadangan dalam bentuk wakaf yang akan digunakan di bawah peraturan-peraturan khusus untuk membantu orang-orang yang menjadi korban kecelakaan.
Jika terjadi kecelakaan, bantuan diberikan hanya kepada mereka yang terikat oleh kontrak ini dan para pemegang saham perusahaan. Jumlah asli ditambah dengan keuntungan diberikan kepada setiap pemegang saham yang akan dianggap sebagai hartanya, sedangkan dana cadangan akan tetap sebagai wakaf (tabarru’).


0 komentar:

Posting Komentar