Desember 2017 | Gudang artikel

Pengertian Dasar Dan Istilah Akuntansi Syariah

Kamis, 07 Desember 2017
Pengertian Dasar Akuntansi Syariah
1.                  Mudharabah
            Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

Tipe mudharabah

·         Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
·         Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagai

Feature Mudharabah

a.                   Berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko

·         Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
·         Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
b.                  Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari

2.                  Musyarakah
            (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.

Ketentuannya, antara lain :
a.       Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
b.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
·         Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
  • Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
  • Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
  • seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pengertian secara fiqih
Menurut istilah fikih, syirkah adalah sesuatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Bentuk Musyarakah
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), ketrampilan (skill), kepemilikan rumah, atau intangible asset (hak paten atau goodwill), kepercayaan (credit worhiness) dan barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Semuda modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalaninya oleh pelaksana proyek. Pemilik modal yang dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah mengikuti beberapa ketentuan seperti: tidak menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi, tidak menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnnya, tidak memberi pinjaman kepada pihak lain, setiap pemilik modal berhak mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain, setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak cakap hukum.
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan kontribusi modal. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad (kesepakatan awal). Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
3.                  Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah

1.      Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.      Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.      Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.