April 2018 | Gudang artikel

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK APOTEKER DI RUMAH SAKIT

Kamis, 26 April 2018

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK APOTEKER DI RUMAH SAKIT
Seorang pasien mendapat resep obat paracetamol generik, tetapi karena obat paracetamol merek dagang Y jumlahnya digudang masih banyak dan kecenderungan medekati tahun ED, maka obat paracetamol generik di dalam resep diganti dengan obat Y yang kandungannya sama. Harga obat Y lebih mahal dibandingkan obat generik, tetapi dengan informasi ke pasien bahwa efek obat Y lebih cepat maka pasien menerimanya.
A. Identifikasi Masalah
1. Apoteker RS mengganti resep dengan obat Y yang harganya lebih mahal
2. Apoteker RS melakukan kebohongan kapada pasien
3. Apoteker RS ada kemungkinan melakukan kesalahan pembelian obat Y sehingga stok berlebih bahkan mendekati ED atau kemungkinan mempunyai kerja sama dengan produsennya.
4. Apoteker RS hanya mempertimbangkan keseimbangan stok obat tanpa mempedulikan kondisi pasien.
B. Dasar Hukum yang digunakan Apoteker tersebut (Peraturan Perundangan 51/2009)
1.      Pasal 24
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien
Diskusi :
Berdasarkan pasal tersebut maka apoteker tersebut tidak salah, tetapi menjadi salah karena landasan dasar yang digunakan dalam mengganti obat bukan karena stok kosong tapi karena jumlah obat Y berlebih digudang dan mendekati waktu ED serta ada kemungkinan kerja sama antara apoteker dengan produsen obat tersebut.
C. Solusi dari Kasus
Apoteker tidak seharusnya melakukan kebohongan kepada pasien dengan mengganti obat dalam resep dengan alasan efek obat lebih cepat, padahal hanya karena stok obat pengganti berlebih dan mendekati ED. Masalah tersebut harusnya dilakukan investigasi terkait penyebab jumlah obat yang masih banyak digudang dan melaporkannya dalam rapat Komite Farmasi dan Terapi (KFT).

Modul Untuk Penyiapan Obat Suntik

Rabu, 25 April 2018

Untuk mendownload versi MS Word Bisa

 Klik Di Sini

I.                  Pendahuluan

Didalam suatu pelayanan kesehatan, obat memiliki peranan yang penting. Kesalahan pengobatan termasuk didalamnya kesalahan penyiapan obat dapat berakibat fatal bagi pasien. Hal ini ini sejalan dengan misi JCI tentang patient safety. Penelitian dari Battacharjee and Thoma tahun 2010 menyebutkan 40% pemberian obat di rumah sakit diberikan melalui parenteral. Penelitian lain oleh Fahmi et al (2008) menyebutkan terjadi 380 errors (9,4%) pada preparasi dan proses pemberian sediaan di ICU. Untuk itu, seorang petugas yang menyiapkan obat suntik dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang teknik aseptis dan sifat fisika kimia obat. Dengan begitu diharapkan obat yang disiapkan senantiasa dalam kondisi yang baik dan terjaga kualitasnya

                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

II.               Standar Penyiapan Obat Suntik


Sesuai dengan USP Chapter 797 tentang Compounding Sterile Preparation, standar dalam pencampuran atau penyiapan sediaan steril adalah sebagai berikut :
·         Dilakukan di dalam area atau ruangan khusus yaitu cleanroom dengan persyaratan tertentu
·         Dilakukan dengan teknik aseptis
·         Jaminan kualitas produk
·         Petugas yang melakukan penyiapan mempunyai pengetahuan tentang sifat fisikokimia obat

III.           Ruangan

A.  Pengertian Cleanroom atau Ruang Bersih

Ruang bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani.
“A Cleanroom is "a room in which the concentration of airborne particles is controlled, and which is constructed and used in a manner to minimize the introduction, generation, and retention of particles inside the room and in which other relevant parameters, e.g., temperature, humidity, and pressure, are controlled as necessary“ (ISO14644-1, British Standard). Ruangan bersih tempat pencampuran obat steril diatur sedemikian rupa untuk mengendalikan jumlah partikel yang ada di dalamnya serta menjaga kondisi beberapa parameter yang dipersyaratkan.

B.  Klasifikasi Ruangan

PIC/S (Pharmaceutical Inspection Convention/Cooperation Scheme) tahun 2008 dan CPOB 2012 mengklasifikasikan ruangan menjadi 4 kelas dengan persyaratan masing-masing sebagai berikut :
  Persyaratan ruangan untuk beberapa fasilitas/kabinet :

C.   Desain dan Konstruksi Ruangan

Desain dan konstruksi ruangan diatur untuk meminimalkan kontaminasi dan akumulasi partikel serta memudahkan untuk dibersihkan. Semua area dan permukaan harus didesain untuk dapat terjangkau pada proses pembersihan. Pipa atau permukaan yang menonjol, rak, lemari serta peralatan harus dibatasi jumlahnya. Pintu hendaknya didesain untuk menghindarkan bagian yang tersembunyi dan sukar dibersihkan; pintu sorong hendaknya dihindarkan karena alasan tersebut.
Di area bersih (white zone/ruang steril), semua permukaan harus halus, kedap air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba dan untuk memungkinkan penggunaan berulang bahan pembersih dan bahan disinfektan.
Ruangan dan fasilitas sedapat mungkin didesain untuk mencegah personil masuk bila tidak diperlukan. Area Kelas A dan B hendaklah didesain sehingga semua kegiatan dapat diamati dari luar.
Contoh Desain Ruangan
Semua pasokan dan aliran udara harus melalui penyaring udara/ filter. Jenis/ tipe dari filter yang digunakan tergantung kelas dari ruangan. Untuk ruangan yang lebih tinggi dari kelas C, filter yang digunakan adalah minimal HEPA Filter (High Efficiency Particulate Air Filter)

D.  Parameter yang Harus Dipenuhi

Parameter-parameter yang dipersyaratkan ini harus dipenuhi untuk mengendalikan kontaminasi baik dari partikulat, mikroba maupun pirogen.

1.                  Perbedaan Tekanan Udara

Perbedaan tekanan udara yang direkomendasikan adalah 10 -15 Pa (Pascal).
Skema perbedaan tekanan udara untuk ruangan pencampuran sediaan steril adalah sebagai berikut:
 
Udara bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Skema di atas menunjukkan semakin ke dalam tekanan udara semakin tinggi. Atau dengan kata lain, ruangan yang lebih bersih atau kelasnya lebih tinggi, tekanan udaranya lebih tinggi dibandingkan ruangan di sebelahnya yang lebih kotor atau kelasnya lebih rendah. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar cleanroom tetap bersih dan tidak terkontaminasi dengan udara yang lebih kotor di luarnya. Udara akan mengalir dari tempat ruangan yang lebih bersih ke ruangan yang lebih kotor. Dengan tekanan udara yang lebih tinggi udara yang lebih kotor tidak dapat masuk ke ruangan yang lebih bersih.

2.                  Pasokan dan Aliran Udara

Pasokan udara dapat berasal dari luar ataupun diresirkulasi kembali. Semua pasokan dan aliran udara harus melalui penyaring udara/ filter. Jenis/ tipe dari filter yang digunakan tergantung kelas dari ruangan. Pola aliran udara tergantung dari kebutuhan, pemakaian dan pengaturan aktivitas yang ada di ruangan tersebut. Pola aliran udara dapat diatur horisontal, vertikal maupun campuran. Kecepatan aliran udara yang direkomendasikan adalah 0,4 - 0,6 m/detik dan pertukaran udara 20 kali per jam.

3.                  Parameter Lain

·         Suhu Udara diatur lebih rendah sekitar 5oC dari suhu udara normal
·         Kelembaban udara 45-55%

E.   Monitoring dan Pemeliharaan Cleanroom

Ruang bersih dan sarana udara bersih hendaklah dipantau secara rutin pada saat kegiatan berlangsung dan penentuan lokasi pengambilan sampel hendaklah berdasarkan studi analisis risiko yang dilakukan secara formal dan dari data yang diperoleh selama penentuan klasifikasi ruangan dan/atau sarana udara bersih. Pemantauan meliputi semua aspek dan parameter yang dipersyaratkan dan harus terdokumentasi. Dalam pemeliharaan ruang bersih juga harus dilakukan pembersihan/ cleaning dengan prosedur yang benar untuk menjaga kebersihan ruangan.

IV.            APD (Alat Pelindung Diri)

APD yang diperlukan saat pencampuran/ penyiapan sediaan steril disesuaikan dengan kondisi dan kelas ruangan tempat melakukan penyiapan

            Rekomendasi sesuai dengan USP Chapter 797 tentang Compounding Sterile Preparation, APD minimal yang diperlukan adalah :

a.                   Baju APD

Baju APD digunakan untuk penyiapan obat dengan resiko tinggi
        Obat berbahaya (sitostatika)
        Pencampuran dilakukan pada area rawan kontaminasi

b.                  Masker

c.                   Penutup Kepala

d.                  Sarung Tangan

        Diutamakan powder free steril
        Bila digunakan non steril harus desinfeksi dahulu dengan alkohol 70%
        Selama proses pencampuran personel harus melakukan desinfeksi ulang sarung tangan secara periodik

V.               Parameter Kualitas dalam IV admixture

Secara mendasar IV admixture tak ubahnya seperti membuat sediaan obat, sehingga perlu diperhatikan kualitas dari produk yang dihasilkan. Parameter yang dapat digunakan untuk memastikan kualitas dari produk hasil IV admixture antara lain :

A.  Ketepatan Penggunaan Obat

Ketepatan penggunaan obat berkaitan dengan 7 (tujuh) benar, yaitu benar pasien, indikasi, obat, dosis, cara pemberian, waktu pemberian, dan dokumentasi. Sebelum melakukan pencampuran, petugas wajib untuk melakukan telaah terhadap permintaan obat untuk memastikan ketepatannya. Hal ini juga mencegah terjadinya Kejadian Yang Tidak Diharapkan (KTD).

B.  Kelarutan

Salah satu syarat sediaan steril adalah bebas partikel. Adanya partikel di dalam suatu sediaan steril dapat mengakibatkan hal yang tidak diharapkan terhadap pasien, seperti emboli. Partikel sendiri tidak hanya bisa berasal dari luar, tetapi juga dari dalam. Salah satunya karena obat yang tidak terlarut sempurna. Untuk itu, petugas yang melakukan pencampuran harus memastikan bahwa obat yang direkonstitusi terlarut sempurna. Petugas wajib memiliki pengetahuan tentang kelarutan suatu obat, baik jenis pelarut yang dapat digunakan maupun perbandingan volume obat tersebut dengan pelarutnya agar terlarut sempurna.

C.   Sterilitas

Syarat lain dari sediaan steril adalah steril atau bebas mikroorganisme dan pirogen. Kontaminasi mikroorganisme merupakan kesalahan mendasar pada proses penyiapan sediaan steril. Umumnya terjadi apabila teknik aseptik tidak dilakukan dengan benar. Untuk itu perlu dimunculkan kesadaran pada tiap personel atau petugas yang bertugas untuk melakukan pencampuran agar selalu konsisten bekerja dengan menggunakan teknik aseptik.

D.  Stabilitas

Suatu obat dikatakan stabil apabila obat tersebut tidak mengalami dekomposisi yang lebih besar dari 10% dalam waktu 24 jam atau kurang, pada kondisi tertentu. Obat yang mengalami dekomposisi lebih dari 10% akan mengalami penurunan khasiat.  Pengetahuan tentang stabilitas suatu obat sangat penting untuk menentukan batas waktu minimal dalam melakukan pencampuran atau batas waktu maksimal dalam melakukan pemberian obat ke pasien agar obat yang diberikan masih berkhasiat.

E.   Kompatibilitas

Kompatibilitas dapat diartikan sebagai ketercampuran suatu obat dengan pelarut yang digunakan. Ketidakcampuran suatu obat dengan pelarutnya (Inkompatibilitas) dapat mengakibatkan menurunnya atau hilangnya khasiat suatu obat bahkan timbulnya efek toksik. Inkompatibilitas merupakan masalah terbesar yang terjadi pada IV admixture. 
Inkompatibilitas dapat terjadi apabila :
·         Beberapa obat ditambahkan dalam satu macam infus
·         Obat dalam larutan terpisah diberikan secara bersama-sama melalui vena yang sama
·         Rekonstitusi atau pengenceran dengan larutan yang tidak sesuai
·         Larutan obat bereaksi dengan preservatif yang terkandung dalam arutan obat yang lain
Beberapa faktor yang mempengarui terjadinya inkompatibilitas antara lain:
·         pH
·         Temperatur
·         Tingkat Kelarutan
·         Waktu kontak obat-pelarut
·         Teknik preparasi
·         Konsentrasi obat
·         Formula obat
·         Jenis alat/wadah

VI.            Pengertian Beyond Use Date (BUD) dan Cara Penentuannya

A.  Pengertian Beyond Use Date (BUD)

Beyond use date (BUD) ini didefinisikan dalam USP sebagai tanggal dan waktu setelah persiapan dimana sediaan tidak boleh digunakan atau dipindahkan. Beyond use date, umumnya dinyatakan dalam jam atau hari (Diorio dan Dave, 2009).
Seorang petugas dituntut dapat menentukan beyond use dates untuk sediaan atau vial yang ditangani dan dikemas ulang kemudian dikirim ke pasien untuk diadministrasikan. Beyond use date perlu ditentukan karena adanya fakta bahwa wadah asli produsen telah dibuka dalam proses yang aseptik, sehingga sediaan farmasi dapat berinteraksi dengan kondisi atmosfer dan dapat tekontaminasi. Adanya interaksi dan fakta bahwa sediaan dikemas ulang dapat menyebabkan sediaan tidak memiliki integritas yang sama seperti sediaan asli sehingga hal ini mengharuskan petugas untuk memperpendek masa kadaluwarsa dari yang semula ditetapkan oleh produsen. Terminologi yang tepat untuk digunakan pada label resep obat yang dikemas ulang adalah beyond use date, penggunaan istilah tanggal kadaluarsa tidaklah tepat (Campanella, 2009).


B.  Cara Penentuan Beyond Use Date (BUD)

Beyond use date dihitung dengan memperhatikan berbagai faktor, seperti sifat dari obat (stabilitas kimia, adanya bahan pengawet dan konsentrasinya), jenis wadah penyimpanan, batas mikrobiologi, kondisi penyimpanan lingkungan (suhu kamar, didinginkan, suhu beku serta kondisi kelembaban, dan terutama frekuensi seringnya wadah dibuka) (Campanella, 2009). Dari berbagai faktor di atas, ada 2 hal utama yang dapat dijadikan patokan menurut USP, yaitu sterilitas atau batas mikrobiologi dan stabilitas kimia dari sediaan, tergantung mana yang dicapai lebih dahulu.
Untuk mengetahui tentang stabilitas kimia suatu obat dapat digunakan buku-buku literatur seperti Handbook of Injectable Drugs dan Drug Information Handbook. Sedangkan untuk mengetahui batas mikrobiologi dapat digunakan 2 hal, Pertama, dengan melakukan uji mikrobiologi terhadap hasil pencampuran. Cara inilah yang paling tepat dalam menentukan BUD berdasarkan batas mikrobiologi.
Tetapi jika uji mikrobiologi tidak dapat atau belum dapat dilakukan, dapat ditentukan dengan menggunakan cara kedua yaitu berdasarkan tabel BUD yang dirilis oleh USP. USP menentukan BUD berdasarkan tingkat resiko kontaminasi.




VII.        Teknik Aseptis

A.  Persiapan bekerja di ruang Steril

1.                  Hand Washing

Sumber kontaminan paling sering terjadi pada produk steril adalah melalui sentuhan terutama jari-jari mengandung banyak kontaminan bakteri. Sebelum melakukan handling sediaan steril,personel harus melakukan hand washing. Tangan harus dicuci menggunakan sabun untuk menghilangkan minyak, kotoran serta mikroorganisme yang menempel di tangan. Adapun langkah-langkah hand wash yang harus dilakukan :

2.                  Gowning

        Apron
        Sarung tangan powderfree
        Masker
Cara menggunakan sarung tangan
1.      Hindari sentuhan bagian jari-jari tangan menggunakan tangan terbuka
2.      Peganglah bagian sarung tangan yang terlipat pada saat mengenakan sarung tangan

B.  Penyiapan syringe dan needle

Syringe dapat terbuat dari gelas maupun plastic. Disposable pastic syringe lebih banyak digunakan karena lebih murah dan praktis. Pilih syringe yang tepat (akurat), gunakan syringe terkecil yang masih dapat menampung jumlah larutan yang dikehendaki. Gunakan hanya ½ hingga 2/3 dari total volume syringe. Syringe dapat untuk mengukur hingga ½ dari skala terkecil yang tertera, missal syringe 10mL dengan jarak skala terkecil 0,2mL (dapat mengukur dengan akurat 0,1mL) jadi dapat untuk mengukur 3,1 mL pada saat mengukur volume maka skala yang dibaca adalah skala pada dasar kerucut plunger. Syringe dibuat oleh pabrik dan dikemas satu-satu,jika pembungkus rusak sterilitas tidak terjamin. Hindari sentuhan bagian plunger dan ujung syringe.
50 Figure-7-3
Terdapat beberapa critical area yang tidak boleh disentuh untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Adapun area tersebut adalah
Jarum(needle) dibuat parik dibungkus satu-satu dalamn plastic serta dilengkapi dengan pelindung jarum. Sterilitas tetap terjamin selama kemasan utuh. Ukuran jarum bervariasi tergantung pada kebutuhan penggunaan. Seluruh bagian pada needle merupakan critical area. Bagian yang dipegang adalah cover penutup jarum. Hindarkan bagian jarum dari sentuhan benda maupun tangan yang tidak steril. Penutup jarum harus selalu terpasang kecuali selama proses transfer berlangsung.
Prosedur pemasangan Syringe dan jarum
1.      Robek kemasan jarum steril pada bagian hub (tempat memasukkan jarum pada syringe)
2.      Buka kemasan hingga bahian hub terlihat
3.      Perhatikan : jangan memegang bagian hub pada jarum
4.      Letakkan ujung syringe pada baguan hub pada jarum, kencangkan ikatannya dengan memutar jarum mengikuti arah jarum jam
5.      Tarik jarum keluar dari kemasannya
6.      Perhatikan jangan membuka penutup jarum jika tidak diperlukan

C.  Bekerja dengan Sediaan Ampul

Sediaan terbuat dari gelas dan dibuka dengan jalan mematahkan leher ampul. Sediaan ampul merupakan sediaan yang didesain untuk sekali penggunaan (single dose). Adapun bagian-bagian ampul yang perlu diperhatikan adalah
·           Head
·         Neck : merupakan bagian ampul yang paling lemah
·         Shoulder and body : tempat cairan
ampule

Prosedur pematahan leher ampul :
1.      Usap ampul dengan menggunakan alcohol 70% terutama pada bagian leher ampul
2.      Pastikan cairan yang terdapat pada bagian kepala ampul telah bersih sebelum mematahkan leher ampul
3.      Ampul harus diletakkan pada working zone
4.      Tempatkan syringe dan needle pada 6 inch terakhir dari LFC
5.      Patahkan leher ampul dengan cara menekan kepala ampul kedepan dan keatas.
6.      Buang kepala ampul ke dalam tempat pembuangan benda tajam
Picture%2012 Picture%2013
Picture%2017Picture%2018
Prosedur pengambilan cairan dari ampul
1.      Pegang ampul pada posisi horizontal
2.      Pegang syringe dengan bagian bevel jarum menghadap keatas
3.      Masukkan jarum kedalam bagian shoulder ampul dan ambil larutan sejumlah volume yang dikehendaki dengan menarik kebelakang pegangan syringe, hindari sentuhan pada critical area
4.      Hilangkan gelembung dari syringe

D.  Sediaan Vial

Sediaan vial terbuat dari gelas dan plastic, bagian ujung ditutup dengan karet penutup yang dikuatkan aluminium cap. Vial dirancang untuk penggunaan obat berulang (multidose), karet dapat menutup kembali. Aluminium cap tidak menjamin sterilitas dari karet penutup. Sebelum mengambil obat dengan jarum terlebih dahulu karet diusap alcohol 70%.
Prosedur penyiapan sediaan vial :
1.      Siapkan pelarut dari ampul/vial
2.      Buka aluminium cap
3.      Usap karet dengan menggunakan alcohol 70%
4.      Masukkan jarum, arahkan ke dinding vial. Masukkan ujung jarum terlebih dahulu dengan arah miring 45 – 65o dengan bagian bevel menghadap keatas serta dilakukan dengan hati-hati.
5.      Masukkan pelarut secara perlahan-lahan  kearah dinding vial
6.      Ambil sejumlah udara senilai dengan cairan/pelarut yang dimasukkan ke dalam vial
7.      Kocok vial
Mengambil cairan dari vial
1.      Masukkan sejumlah volume udara dengan menekan piston/plunger dan kemudian diikuti dengan menarik sejumlah volume yang sama
2.      Demikian seterusnya hingga diperoleh cairan yang dikehendaki
3.      Hindari sentuhan pada bagian kritis
4.      Gelembung dihilangkan dari syringe
5.      Koreksi volume sesuai keperluan dengan mengatur piston
Mengocok Vial
1.      Pegang leher vial menggunakan ujung jari dan jari telunjuk
2.      Putar vial sehingga serbuk terlarut dengan sempurna
3.      Untuk mengambil obat dari vial digunakan prosedur yang sama seperti diatas.