PENILAIAN ASSET DALAM AKUNTANSI SYARI’AH
KONSEP PENILAIAN ASET DALAM AKUNTANSI
SYARI’AH
Perbedaan antara kerangka akuntansi
konvensional dengan akuntansi syari’ah, baik dari aspek: postulat, konsep
dasar, prinsip, sampai pada teknik akuntansi. Hal ini tentunya akan merembes
sampai kepada mekanisme penilaian aset menurut dua sistem akuntansi tersebut,
yaitu: akuntansi konvensional dengan syari’ah. Oleh karena itu, bagian ini akan
menguraikan
mengenai perbedaan penilaian aset menurut dua sistem akuntansi
tersebut.
Ukuran besar-kecilnya suatu
organisasi bisnis sangat tergantung pada nilai assetnya. Dengan kata sederhana,
bahwa asset perusahaan memiliki nilai yang lebih tinggi pada akhir periode
dibandingkan pada awal periode, tanpa adanya tambahan modal dari pemilik. Hal
ini akan menghasilkan keuntungan sehingga dapat menambah nilai aset. Akan
tetapi, penilaian aset saat ini menghadapi beberapa masalah, kecuali jika
situasinya amat simple, seperti jika kita menilai aset tetap.
Penilaian asset dengan menggunakan discounted
cash flow
Penilaian asset dengan menggunakan discounted cash flow adalah
didasarkan pada konsep bahwa nilai asset adalah tergantung pada
kemampuannya menghasilkan cash-flow masa depan (future cash-flow).
Akan tetapi, ketika masa depan adalah panjang, maka di dalamnya
mengandung ketidakpastian dan pertambahan risiko, hal ini adalah penting
untuk mengestimasikan present value dari stream of cash flow masa
depan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendiskontoan future
cash flows to the present. Pendiskontoan melibatkan tiga asumsi
dasar, yaitu:
a. the amount of net cash flows expected to be generated in each
of
the future years;
b. the number of years of the remaining life of the assets; and
c. the appropriate discount factor
Time value of money (Nilai Waktu Uang)
Teknik discounted cash flow adalah
didasarkan pada konsep time value of money. Konsep ini menyatakan bahwa
utilitas uang saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan utilitasnya untuk uang yang sama pada waktu yang akan datang.
Konsep ini juga yang sangat popular menjustifikasi bunga atas modal yang
dipinjam.
Menurut konsep ini, jika nilai guna
uang pinjaman bagi yang dipinjamkan kepada peminjam adalah sama dengan nilai
uang pada masa yang akan datang, maka pemberi pinjaman akan menambahkan bunga,
sehingga nilai uang pada masa yang akan datang adalah sama dengan nilai uang
pada saat ini.
Sekarang ini secara konseptual
merupakan suatu asumsi yang faulty. Hal ini adalah benar bahwa dalam
beberapa kasus nilai guna uang saat ini dapat lebih besar daripada nilai
gunanya pada masa yang akan datang.
Current Cash Equivalent (CCE)
Pertanyaan utama yang muncul pada
sub bagian artikel ini adalah: metode penilaian aset apa yang paling cocok
dalam kerangka Islam? Penulis berpendapat bahwa syari’ah Islam memberikan
dukungan terhadap sistem penilaian yang baik untuk semua tujuan atau pihak,
apakah pihak pemegang saham, pemerintah, investor maupun masyarakat umum.
Konsep ini memang berbeda dalam hal pembagian laba kepada pemegang saham dan
pendapatan pajak bagi pemerintah seperti halnya yang berlaku dalam sistem
ekonomi kapitalis maupun sosialis. Akan tetapi, penulis percaya bahwa akuntan
dalam masyarakat Islam merupakan salah satu sosok yang baik. Karena dasar
inilah maka perusahaan dalam masyarakat memiliki peran sosial yang baik juga.
Salah satu tujuan utama akuntansi
dalam masyarakat Islam adalah membantu masing-masing individu menentukan
kewajibannya atas zakat dan mengeluarkannya. Dengan demikian, akuntan akan
menjadi seseorang yang baik secara individu maupun secara pemerintahan. Jadi,
penulis berpendapat, hal ini merupakan hal yang sangat fair untuk menerima
dasar yang sama dalam menilai aset dengan dasar perhitungan zakat.
Assumsi “Going Concern” dan Conservatism
Dua asumsi penting dalam akuntansi
konvensional adalah: Going Concern dan Conservatism. Asumsi yang
pertama berarti bahwa asset dinilai dengan asumsi bahwa perusahaan akan terus
berlangsung pada periode yang tidak terbatas; oleh karena itu, the values
taken are not the value which the assets or liabilities will fetch in
the market on the balance sheet date. Asumsi demikian ini menurut
Bhattacharya dikatakan, bahwa “this assumption makes the life of accountants
easier, since otherwise, they will have to enquire into the market price
of each asset on the balance sheet date” (Bhattacharya, 1992, p.
27).
Oleh karena itu, jika kita memilih
atau mengadopsi metode Current Cash Equivalent untuk penilaian asset
maka asumsi going concern tidak diperlukan lagi. Asumsi concervatism berarti
bahwa if there is a possibility of any loss it must be provided for,
whereas if there is a doubt about any income, it must not be include in
the profit (Bhattacharya, 1992, p. 10). Kaidah ini adalah sah
sepanjang digunakan untuk menjelaskan kondisi historical cost.
Sekalilagi, jika kita mengadopsi metode Current Cash Equivalent untuk
penilaian asset maka asumsi going concern tidak diperlukan lagi. Maka
yang tepat adalah menggunakan nilai pasar, apakah kita akan mengarahkan pada
kerugian atau untung.
0 komentar:
Posting Komentar