| Gudang artikel

Kebijakan Instalasi Farmasi

Rabu, 31 Januari 2018
KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

A.   KEBIJAKAN SELEKSI DAN PENGADAAN
1.      Obat yang tidak tersedia karena stok out dikonfirmasi kepada penulis resep dan diajukan saran substitusinya, jika penulis resep tidak bersedia diganti dengan obat substitusi, maka obat dapat dicopy resep untuk pasien rawat jalan, namun untuk pasien rawat inap, obat harus tetap disediakan melalui mekanisme pengadaan obat insidentil dan mendesak setelah disetujui kepala Unit Farmasi.
2.      Obat atau alkes yang tidak termasuk dalam daftar formularium rumah sakit diinformasikan kepada penulis resep dan disarankan subtitusinya. Jika penulis resep tidak menyetujui saran subtitusi maka dibuatkan resep keluar RS untuk pasien rawat jalan dan dilakukan order oleh bagian farmasi bagi pasien rawat inap setelah mendapat persetujuan TFT.
3.      Usulan penambahan obat atau alkes dalam formularium oleh dokter harus ditelaah oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan mendapatkan rekomendasi sebelum di setujui oleh direktur.
4.      Almari narkotika dan psikotropika harus selalu terkunci. Kunci disimpan ditempat yang hanya diketahui oleh petugas Unit Farmasi.
5.      Pada saat persediaan perbekalan farmasi terkunci, petugas dapat mengakses perbekalan farmasi yang dibutuhkan ke unit lain, emergensi kit atau jika perbekalan farmasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka petugas dapat merusak kunci almari penyimpanan perbekalan farmasi tersebut.
6.      Pada saat persediaan perbekalan farmasi terkunci, petugas dapat mengakses perbekalan farmasi yang dibutuhkan ke unit lain, emergensi kit atau jika perbekalan farmasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka petugas dapat masuk ke gudang penyimpanan.







B.   KEBIJAKAN PENYIMPANAN
1.      Penyimpanan perbekalan farmasi dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan stabilitasnya, mudah dan tidaknya terbakar, tahan atau tidaknya terhadap cahaya yang disusun secara alfabetis dengan urutan penggunaan metode FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) termasuk sediaan di emergency kit.
2.      Penyediaan dan penggunaan obat yang dibawa pasien menjadi tanggung jawab pasien setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat dari petugas.
3.      Obat emergensi tersedia di setiap unit nurse station, isinya disesuaikan dengan standar masing-masing unit. Obat disimpan pada tas atau wadah yang terkunci plastik bernomor register sekali pakai. Obat emergensi dipisahkan dari obat lain dan hanya digunakan saat emergensi. Pengecekan dilakukan secara berkala. Penggantian dilakukan setelah obat emergensi digunakan atau kadaluwarsa.
4.      Pengembalian perbekalan farmasi near ED bagian lain yang disimpan sebagai floor stock ke bagian farmasi minimal 3 bulan dari tanggal kadaluwarsa yang tertera di kemasan perbekalan farmasi tersebut.
5.      Penarikan obat dan alkes oleh PBF direspon oleh bagian farmasi dengan menyerahkan obat dan alkes dimaksud serta melakukan pelacakan di seluruh unit terkait yang dimungkinkan menyimpan/ menggunakan obat dan alkes tersebut. Biaya yang timbul dari proses penarikan obat atau alkes oleh PBF dibebankan kepada PBF tersebut.
6.      Obat dan alkes yang sudah kadaluwarsa tidak boleh digunakan.
7.      Obat dan alkes yang sudah kadaluarsa atau out of date yang sudah tidak dimanfaatkan lagi disimpan dan dikumpulkan ditempat yang terpisah dan dilaporkan kepada direktur untuk dimusnahkan.
8.      Obat dan alkes yang sudah ketinggalan jaman (out of date) dan tidak dimanfaatkan lagi dapat dimusnahkan.
9.      Pemusnahan dilakukan terhadap perbekalan farmasi kadaluarsa atau rusak dan resep yang sudah berumur minimal 3 tahun setelah mendapatkan persetujuan direktur dengan cara pemusnahan yang sesuai peraturan perundangan yang berlaku.



C.   KEBIJAKAN PEMESANAN DAN PENCATATAN
1.      Terdapat dua macam  formulir permintaan obat yang legal di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma, yaitu:
a.      Resep yang ditulis oleh dokter.
b.     FPO (Formulir Permintaan Obat) yang ditulis oleh perawat dan bidan untuk pasien rawat inap.
2.      Ketentuan penulisan resep:
a.      Resep ditulis oleh dokter yang telah memiliki SIP dan surat tugas.
b.      Resep ditulis dengan tulisan yang jelas terbaca.
c.      Menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak disalahartikan.
d.      Resep dinyatakan lengkap jika tercantum:
1)         Nama lengkap pasien.
2)         Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak mengingat tanggal lahir).
3)         Berat badan pasien (untuk pasien anak).
4)         Nomor rekam medik.
5)         Nama dokter.
6)         Tanggal penulisan resep.
7)         Mengisi kolom riwayat alergi obat pada lembar resep.
8)         Tanda R/ pada setiap sediaan.
9)         Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh 500mg, 1 gram).
10)      Jumlah sediaan.
11)      Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis / bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat: microgram, milligram, gram) dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter.
12)      Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
13)      Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
14)      Paraf atau tanda tangan dokter penulis resep.
15)      Peresepan mengacu pada formularium Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.
3.      Ketentuan penulisan Formulir Pemesanan Obat (FPO)
a.      FPO ditulis dengan tulisan yang jelas terbaca.
b.      FPO berisi nama obat dan jumlahnya
c.      FPO berisi alat kesehatan dan jumlah yang diminta.
d.      Identitas pasien meliputi: nama, alamat, berat badan pasien anak, umur, no rekam medis, dan nama ruang rawat.
4.      Batasan penulisan resep:
a.      Yang berhak menulis resep adalah dokter yang mempunyai SIP di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak.
b.      Obat yang diresepkan harus sesuai dengan formularium Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.
c.      Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
d.      Resep narkotik dan psikotropik harus disertai tanda tangan dokter, untuk obat selain narkotik dan psikotropik cukup dengan paraf saja.
5.      Dokter dan petugas pemesan obat diberikan pelatihan penulisan resep dan Formulir Permintaan Obat.
6.      Permintaan cito unit lain dilayani menggunakan resep atau permintaan obat, bila tidak memungkinkan permintaan menggunakan resep
7.      Unit farmasi mencatat perbekalan farmasi yang diminta pasien rawat inap pada buku bantu.
8.      Pencatatan obat di status rekam medis pasien dilakukan oleh dokter dan atau perawat.
9.      Pencatatan dan pengarsipan resep sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.







D.   KEBIJAKAN PERSIAPAN DAN PENYALURAN
1.      Petugas farmasi tidak diperbolehkan berasumsi sendiri tentang tulisan pada resep atau FPO dan diwajibkan untuk menghubungi pembuat resep atau FPO jika tidak jelas terbaca. Jika dokter penulis resep tidak dapat dikonfirmasi selama 30 menit maka petugas farmasi menghubungi dokter jaga.
2.      Petugas yang berwenang menyerahkan obat, menelaah resep dan FPO adalah apoteker sedangkan asisten apoteker berwenang menyerahkan obat, menelaah resep jika telah mendapatkan pendelegasian dari apoteker. Telaah resep dilakukan berdasarkan profil pasien yang tersedia.
3.      Sistem distribusi perbekalan farmasi terdiri dari : sistem resep perorangan pada unit rawat jalan, sistem unit dosis UDD (Unit Dose Dispensing) pada unit rawat inap, sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock ) pada ruang Unit Gawat Darurat, Ruang operasi, Unit Kamar Bersalin, Poli rawat jalan, Nurse Station rawat inap, Laboratorium, Radiologi, kotak emergensi.
4.      Permintaan obat pasien rawat inap berdasarkan sistem Unit Dose Dispensing. Permintaan diserahkan ke bagian farmasi setelah visite dokter untuk pemberian hari tersebut hingga pemberian siang hari berikutnya.
5.      Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggungjawab perawat ruangan.
6.      Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggungjawab obat.
7.      Obat didistribusikan pada pasien secara akurat setelah memastikan 7 benar yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis, benar aturan pemakaian, benar cara pemberian, benar waktu pemberian dan benar pendokumentasian.
8.      Obat didistribusikan dalam bentuk yang paling siap untuk digunakan termasuk obat-obatan yang memerlukan pengenceran seperti sirup kering dan lain-lain.
9.      Obat-obatan yang disalurkan tidak dalam kemasan aslinya atau disalurkan dalam bentuk/wadah yang berbeda ( dan obat tidak segera diberikan), maka obat obat harus diberi label dengan nama obat, dosis/konsentrasi, tanggal penyiapan dan tanggal kadaluwarsa obat.
10.   Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus keseluruh bagian yang terkait seperti IGD, rawat inap, rawat jalan, dan rawat inap intensif dengan system satu pintu.


E.    KEBIJAKAN PEMBERIAN
1.      Petugas yang diberikan wewenang untuk memberikan obat di ruang perawatan selama pasien di rawat di rumah sakit adalah perawat dan bidan yang diberikan otorisasi pemberian obat berdasarkan pendelegasian tugas dan wewenang dari Apoteker.
2.      Pemberian edukasi pasien rawat inap dilakukan oleh dokter, perawat, dan apoteker.
3.      Petugas yang meyerahkan obat pasien rawat jalan adalah apoteker dan asisten apoteker yang diberi pendelegasian tugas dan wewenang oleh apoteker. Pemberian obat disertai informasi yang mencakup:
a.      Indikasi obat.
b.      Cara pakai obat.
c.      Frekuensi penggunaan, sebelum, bersama, atau sesudah makan.
d.      Cara penyimpanan obat.
4.      Waktu tunggu pelayanan resep pasien rawat jalan untuk sediaan jadi adalah 8 menit, sediaan racikan adalah 30 menit terhitung dari pasien menyerahkan resep ke petugas farmasi.
5.      Obat yang diresepkan harus dicatat dalam rekam medis pasien.
6.      Setiap pemakaian perbekalan farmasi di rumah sakit harus dicatat dalam lembar yang sesuai.














F.    KEBIJAKAN PEMANTAUAN
1.      Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi perbekalan farmasi dari kehilangan atau pencurian di farmasi atau lokasi lainnya termasuk di emergency kit dengan kamera CCTV dan pemilihan penanggungjawab bagian.
2.      Pengawasan pengelolaan obat di setiap unit disupervisi secara berkala meliputi: jenis, jumlah, dan stabilitas.
3.      Pengawasan penggunaan obat oleh Tim Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat, penambahan obat baru, dan monitoring efek samping obat di rumah sakit.
4.      Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang meliputi Kejadian Potensial Cedera (KPC), Kenjadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), Sentinel Event dimonitor, didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2 x 24 jam sejak kejadian ditemukan.















G.   KEBIJAKAN PENINGKATAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (OBAT HIGH ALERT)
1.      High-Alert Medication adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event) saat pemesanan, penyiapan, pemberian serta penyimpanan dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
2.      Kelompok Obat High-Alert diantaranya :
a.       Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip ( Nama obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, atau Look Alike Sound Alike / LASA).
b.      Elektrolit Konsentrasi tinggi Magnesium Sulfat (MgSO4 20%)
3.       Obat –obat yang tergolong High-Alert Medication dirumah sakit ditetapkan oleh unit farmasi
4.      Informasi tentang high-alert medication dicantumkan dalam Formularium Rumah Sakit.
5.      Unit Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi / perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit termasuk High-Alert Medication.
6.      Penatalaksaan, pengawasan penyelengaraan pelayanan high-alert medication dilaksanakan oleh kepala unit farmasi rumah sakit khusus ibu dan anak wijayakusuma
7.      Pengadaan obat yang tergolong High-Alert Medication dilakukan pada distributor yang resmi ditunjuk oleh industry farmasi
8.      Penyiapan obat yang tergolong High-Alert Medication dilakukan oleh petugas Unit Farmasi
9.      Obat High-Alert diberi label khusus dengan warna merah pada saat penyimpanan maupun penyerahan kepada pasien.
10.   Penyimpanan obat high-alert ditempatkan pada tempat yang khusus, dipisahkan dengan obat yang lainnya.
11.   Penyimpanan obat NORUM / LASA tidak diletakan dengan jarak yang saling berdekatan untuk menhindari kesalahan.
12.   Elektrolit konsentrat disimpan pada lemari khusus dan dikunci.
13.   Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit perawatan pasien, kecuali jika dibutuhkan secara klinis sepeti diruang VK (Verlos Kamer)/ ruang bersalin dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut.
14.   Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas dandisimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
15.   Sebelum pemberian obat-obat High Alert kepada pasien harus dilakukan double check / cek ulang oleh paramedic – apotek – paramedic, meliputi : tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, dan tepat waktu dibuktikan dengan paraf konfirmasi dan cap High Alert
16.   Penulisan resep obat High Alert menggunakan huruf Kapital untuk membantu menghindari terjadinya kesalahan.
17.   Instruksi lisan obat High Alert hanya boleh dalam keadaan emergency dan nama obat harus di eja per huruf
18.   Setiap botol infuse diberi stiker / label, ada atau tidak ada obat tambahan ditempel pada botol cairan infuse.
19.   Daftar obat High Alert harus diperbaharui setiap 1 (satu) tahun atau insidentil / sesuai kebutuhan

20.   Pencatatan expired date oba-obatan di tiap unit dilaksanakan oleh kepala unit farmasi rumah sakit khusus ibu dan anak wijayakusuma. 

Pengertian Dasar Dan Istilah Akuntansi Syariah

Kamis, 07 Desember 2017
Pengertian Dasar Akuntansi Syariah
1.                  Mudharabah
            Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

Tipe mudharabah

·         Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
·         Mudharabah Muqayyadah: Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagai

Feature Mudharabah

a.                   Berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko

·         Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
·         Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
b.                  Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari

2.                  Musyarakah
            (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.

Ketentuannya, antara lain :
a.       Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
b.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
·         Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
  • Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
  • Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
  • seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pengertian secara fiqih
Menurut istilah fikih, syirkah adalah sesuatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Bentuk Musyarakah
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), ketrampilan (skill), kepemilikan rumah, atau intangible asset (hak paten atau goodwill), kepercayaan (credit worhiness) dan barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Semuda modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalaninya oleh pelaksana proyek. Pemilik modal yang dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah mengikuti beberapa ketentuan seperti: tidak menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi, tidak menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnnya, tidak memberi pinjaman kepada pihak lain, setiap pemilik modal berhak mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain, setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak cakap hukum.
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan kontribusi modal. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad (kesepakatan awal). Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
3.                  Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah

1.      Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.      Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.      Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.