Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis
Kinerja, metode penganggaran yang digunakan adalah metoda tradisional atau item
line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa
rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan,
namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem
pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah
digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya
ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja
namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran
tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja
yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan
dengan hasil dari pelayanan.
Anggaran kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan
permintaan dana. Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan dalam
mencapai tujuan ini. Dan yang ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur
pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program.
Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini berfokus pada efisiensi
penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan
antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output
yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan
adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya
didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem
anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya
perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan
biaya tersebut harus efisien dan efektif.
Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan
pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita
menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus
fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output",
berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah
tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan
pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil
kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance
atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara
efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan
perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan
antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran
seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).
Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran disusun
sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Siklus
anggaran berbeda dengan tahun anggaran. Tahun anggaran adalah masa satu tahun
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran atau waktu di mana anggaran
tersebut dipertanggungjawabkan. Jelaslah, bahwa siklus anggaran bisa mencakup
tahun anggaran atau melebihi tahun anggaran karena pada dasarnya, berakhirnya
suatu siklus anggaran diakhiri dengan perhitungan anggaran yang disahkan oleh
undang-undang. Siklus anggaran terdiri dari beberapa tahap (fase) yaitu :
- Tahap
penyusunan anggaran
- Tahap
pengesahan anggaran
- Tahap
pelaksanaan anggaran
- Tahap
pegawasan peaksanaan anggaran
- Tahap
pengesahan perhitungan anggaran
Untuk
dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun
perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif
dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat.
Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang
sangat menentukan yaitu standar harga, tolok ukur kinerja dan Standar Pelayanan
Minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan. Pengukuran
kinerja (tolok ukur) digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang
telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah
satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek
keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan
indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input)
berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat
diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan
penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran
(output) yang dihasilkan, peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan.
ASB adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk
melaksanakan suatu kegiatan.
Ruang lingkup ABK
- Menentukan
Visi dan misi (yang mencerminkan strategi organisasi), tujuan, sasaran,
dan target.
Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran,
dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan
menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja
harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen
tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat
sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik.
- Menentukan
Indikator Kinerja.
Indikator Kinerja adalah ukuran
kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu
yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau
melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan
maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator
kinerja meliputi :
- Masukan
(Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk
menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya.
Indikator masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, data dan informasi lainnya yang diperlukan.
- Keluaran
(Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan
menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan
landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan
dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur.
- Hasil
(Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil
nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang
telah ditetapkan.
- Manfaat
(Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan
nampak setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan
hal-hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan
berfungsi secara optimal.
- Dampak
(Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu
kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang
terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.
- Evaluasi
dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program.
Kegiatan ini meliputi penyusunan
peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil keputusan atas
program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas. Dilakukannya pemilihan dan
prioritas program/kegiatan mengingat sumber daya yang terbatas.
- Analisa
Standar Biaya (ASB)
ASB merupakan standar biaya suatu
program/kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya
ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk
melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran
tersebut tidak efisien. Dalam menyusun ABK perlu memperhatikan prinsip-prinsip
penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, siklus
perencanaan anggaran daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam
menyusun ABK yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif
dan membuat keputusan penganggarannya.
Perolehan
data kuantitatif bertujuan untuk :
- memperoleh
informasi dan pemahaman berbagai program yang menghasilkan output dan
outcome yang diharapkan.
- menjelaskan
bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Berdasarkan data
kuantitatif tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang
melibatkan tiap level dari manajemen pemerintahan.
KONSEP
ANGGARAN KINERJA
Pengertian anggaran publik dan pentingnya anggaran
Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistemtis, yang meliputi
seluruh kegiatan lembaga, yang meliputi seluruh kegiatan lembaga, yang
dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu yang akan
datang.
Anggaran publik
Rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan
pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.
Satuan dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi public
yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas.
Pentingnya anggaran
1.alat ekonomi pemerintah untuk mengarahkan perkembangan social – ekonomi,
keseimbangan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
2.adanya keterbatasa sumber daya
3.menjadi instrument akuntanbilitas publik
fungsi anggaran
beberapa alasan pentinya anggaran:
1.Anggaran merupakan alat terpentingnya bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan social ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat
2.Anggaran diperlukan karena tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berkembang sedangkan ketersediaan sumber daya sanagat terbatas.
Dengan demikian anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
Alat perencanaan
Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi,
yang berisikan rencana-rencanan kegiatan yab akan dilaksanakan, rencana biaya
yang akan dikeluarkan dan hasil yang akan dicapai.
Alat pengendalian
Anggaran berfungsi sebagai media yang penting untuk menghubungkan antara proses
perencanaan dan pelaksanaan. Anggaran memberikan kerangka dan rambu-rambu yang
mengendalikan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh perintah agar
dapat dipertanggung jawabkan kepada public, sehinggan pemborosan-pemborosan
adapat dihindari.
Alat politik
Anggaran merupakan salah satu bentuk komitmen lembaga eksekutif dan kesepakatan
lembaga legistatif atas penggunaan dana public untuk kepentingan tertentu. Oleh
karena itu penyusunan anggaran membutuhkan kemampuan politik, maupun koalisi,
keahlian bernegosiasi dan pemahaman tertentu mengelola keuangan publik.
Alat motivasi
Anggaran sebagai alat movitasi bagi pelaksananya agar bekerja secara ekonomis,
efisien dan efektif dalam mencapai target atau tujuan yan telah ditetapkan.
Untuk itu, anggaran hendaknya bersifat menantang tetapi dapat dicapai.
Alat penilian kerja
Anggaran merupakan wujud komitmen antara lembaga eksekutif dan lembaga
legislative. Sehingga kinerja lembaga eksekutif akan dinilai oleh lembaga
legislative berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan
anggaran.
Jenis anggaran
1.anggaran tradisonal
jenis anggaran ini merupakan jenis anggaran tertua dan serin disebut dengan
tradisional. Karena kemuduhan dalam penggunaannya, jenis anggaran ini dipakai
oleh banyak negara keuntungan dari jenis anggaran ini adalah sederhana dan
dapat mengurangi konflik dalam persoalan alokasi sumber –sumber yang tersedia.
Sedangkan implikasi yang timbul adalah: pertama, jenis anggaran ini tidak
mempunyai analisis yang mendalam tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan
program, sehingga tidak bisa dilakukan evaluasi guna mendapatkan informasi/data
yang rasional dalam penyusunan anggaran dan didukung oleh sifat birokasi yang
cenderung berperilaku budget maximizer mengakibatkan tujuan pelayanan public
tidak tercapai.
2.anggaran kinerja
anggaran berbasis kinerja adalah suatu system anggaran yang mengutamakan upaya
p[encapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input
yang ditetapkan. Dengan pengertian tersebut konsekuensinya adalah bahwa setiap
alokasi dana harus diukur hasil yang hendak dicapai dari input yang ditetapkan,
sehingga keberhasilan pelaksanan anggaran berdasrkan pencapaian dan adlam suatu
pelaksanaan program
Sebagai
perwujudan tata kelola
kepemerintahan yang baik (good governance), penyelenggaraan pemerintahan daerah harus didukung sistem
akuntabilitas kinerja yang memadai. Setiap pengemban amanah (agency) harus bisa
mempertanggungjawabkan pengelolaan satuan kerja (entity) secara akuntabel kepada pemberi amanah (principal). Kinerja pengemban amanah,
sebagai ukuran prestasi ketercapaian tujuan entitas, harus bisa dimonitor,
dinilai dan dievaluasi dalam sistem hirarki organisasi formal yang sudah
ditetapkan. Hal ini terutama untuk mewujudkan akuntabilitas vertikal.
Rescaling Balance Scorecard dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif model pengukuran kinerja entitas pemerintahan.
Adaptasi Balance Scorecard System
sehingga menempatkan outcome sebagai
target akhir pengukuran kinerja konsisten dengan karakteristik entitas
pemerintahan sebagai lembaga layanan publik. Perspektif outcome, keuangan, proses internal, inovasi & pembelajaran
merupakan dimensi yang sejatinya adalah critical
success factors (CSF). Derivasi dimensi CSF menjadi key performance indicators (KPI) merepresentasikan indikator
kinerja entitas pemerintahan. Dalam model
Rescaling Balance Scorecard, antar
dimensi CSF saling berkorelasi untuk menuju target akhir kinerja yaitu outcome (alignment). Pembobotan dan
penilaian kinerja merupakan tahap akhir untuk mengetahui tingkatan kinerja
entitas pemerintahan dengan kategorisasi Sangat Baik (A), Baik (B), dan Kurang
baik (C).
Dalam pengertian yang sempit
akuntabilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban yang mengacu
pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggungjawab dan untuk
apa organisasi (pekerja individu) bertanggung jawab?. Dalam pengertian luas,
akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas
dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas berhubungan terutama
dengan mekanisme supervisi, pelaporan, dan pertanggungjawaban kepada otoritas yang
lebih tinggi dalam sebuah rantai komando formal. Pada era desentralisasi dan
otonomi daerah, para manajer publik diharapkan bisa melakukan transformasi dari
sebuah peran ketaatan pasif menjadi seorang yang berpartisipasi aktif dalam
penyusunan standar akuntabilitas yang sesuai dengan keinginan dan harapan
publik. Oleh karena itu, makna akuntabilitas menjadi lebih luas dari sekedar
proses formal dan saluran untuk pelaporan kepada otoritas yang lebih
tinggi. Akuntabilitas harus merujuk
kepada sebuah spektrum yang luas dengan standar kinerja yang bertumpu pada
harapan publik sehingga dapat digunakan untuk menilai kinerja, responsivitas,
dan juga moralitas dari para pengemban amanah publik.
Untuk mewujudkan sistem akuntabilitas
publik yang amanah tersebut, perlu dikembangkan sistem monitoring kinerja
entitas pelayanan publik. Melalui sistem ini, kemajuan prestasi atau kinerja
terhadap pencapain visi/misi yang telah ditetapkan dapat diketahui dalam tahap
pelaksanaan program (on going program).
Dengan demikian, permasalahan dan kendala pembangunan dapat segera
diidentifikasi dan solusi terbaik dapat segera diformulasikan.
Sistem monitoring kinerja entitas
pelayanan publik dapat dikembangkan dari Model Balanced Scorecard (BSC). Model BSC mengkasifikan kinerja dalam
empat perspektif berikut: (1) The
Learning and Growth Perspective, (2) The Business Process Perspective, (3) The
Customer Perspective, dan (4) The
Financial Perspective. Pada awalnya Model BSC memang ditujukan untuk
memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit-oriented. Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek
finansial (historical) dan non
financial (future) secara seimbang (balanced).
Pada dasarnya BSC merupakan sistem
pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah misi dan strategi organisasi
menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non
finansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya adalah derivasi
(penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil pengukuran
dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat
pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.
Mengadopsi dan mengadaptasi BSC Model
dari dimensi organisasi yang profit-oriented
ke dalam organisasi sektor publik yang non
profit perlu dilakukan Rescaling Balance Scorecard. Instansi
pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar dapat mengoptimalkan
sistem akuntabilitas kinerja dengan Rescaling
Balance Scorecard.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah sistem
yang bertujuan membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial & nonfinansial.
Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian, karena organisasi dapat menetapkan reward & punishment.
Maksud pengukuran kinerja sektor publik:
1. Membantu memperbaiki
kinerja pemerintah
2. Digunakan untuk
pengalokasian sumber daya & pembuatan keputusan
3. Mewujudkan
pertanggungjawaban publik & memperbaiki komunikasi kelembagaan
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, artinya tidak ada indikator tunggal untuk
menunjukkan kinerja, dan banyak bersifat intangible output.
Tujuan sistem pengukuran kinerja:
1. Mengkomunikasikan
strategi secara lebih baik.
2. Menyeimbangkan ukuran
kinerja finansial & non-finansial.
3. Mengakomodasi pemahaman
kepentingan manajer level menengah dan bawah, serta memotivasi pencapaian goal congruence.
4. Alat mencapai kepuasan
individu maupun kolektif yang rasional.
Manfaat pengukuran kinerja:
1. Memberikan pemahaman
mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja.
2. Memberikan arah untuk
mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
3. Memonitor &
mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja
serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Dasar memberikan reward
& punishment secara objektif yang diukur dengan ukuran kinerja yg
disepakati.
5. Alat komunikasi antara
bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu mengidentifikasi
apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
7. Membantu memahami proses
kegiatan instansi pemerintah
8. Memastikan bahwa
pengambilan keputusan dilakukan secara objektif
INFORMASI YG DIGUNAKAN
UNTUK PENGUKURAN KINERJA
INFORMASI FINANSIAL
Penilaian kinerja finansial dilakukan dengan menganalisis
varians
antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis Varians:
1. Varians Pendapatan
2. Varians Pengeluaran/Belanja
3. Varians Pembiayaan
Setelah analisis varians dilanjutkan dengan
mengidentifikasi sumber penyebab terjadinya varians tersebut (apa, siapa /
bagian mana, kenapa, dan bagaimana).
Keterbatasan analisis varians diantaranya adalah kesulitan
menetapkan batasan besarnya varians.
INFORMASI NON-FINANSIAL
Informasi non-finansial dapat menambah keyakinan terhadap
kualitas proses pengendalian manajemen.
Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak
dipakai atau dkembangkan di berbagai organisasi adalah Balanced Scorecard.
Pengukuran dengan Balanced
Scorecard melibatkan aspek:
1. Perspektif Finansial
2. Perspektif Kepuasan
Pelanggan
3. Perspektif Efisiensi
Proses Internal
4. Perspektif Pembelajaran
& Pertumbuhan
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam
bentuk variabel kunci (key variable) atau key success factor/key result factor/pulse point.
Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang
menjadi penyebab kesuksesan organisasi.
Karakteristik variabel kunci:
1. Menjelaskan faktor pemicu
keberhasilan & keagalan organisasi
2. Sangat volatile dan dapat
berubah dengan cepat
3. Perubahannya tidak dapat
diprediksi
4. Jika terjadi perubahan
perlu diambil tindakan segera
5. Dapat diukur, baik secara
langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate)
PERANAN INDIKATOR KINERJA
DLM PENGUKURAN KINERJA
Faktor keberhasilan utama
adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja
organisasi.
Indikator kinerja kunci mrp sekumpulan indikator yang
dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun
non-finansial
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial.
Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward
and punishment system.
Maksud dilakukannya
pengukuran kinerja sektor publik :
Membantu
memperbaiki kinerja pemerintah.
‚ Pengalokasian sumber daya
dan pembuatan keputusan.
ƒ Mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Tujuan Sistem Pengukuran
Kinerja :
þ Mengkomunikasikan
strategi secara lebih baik (top down dan bottom up);
þ Mengukur kinerja
finansial dan non-finansial secara berimbang
þ Mengakomodasi pemahaman
kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congruence
þ Sebagai alat untuk
mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang
rasional.
Manfaat Pengukuran
Kinerja
þ Sebagai ukuran yang
digunakan untuk menilai kinerja manajemen
þ Memberikan arah untuk
mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
þ Sebagai media monitor,
evaluasi, dan koreksi atas pencapaian kinerja
þ Sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara
obyektif
þ Sebagai alat komunikasi
antara bawahan dan pimpinan
þ Mengidentifikasi tingkat
kepuasan pelanggan
þ Membantu memahami proses
kegiatan instansi pemerintah
þ Memastikan bahwa
pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
Karakteristik Key
Variable
v Menjelaskan faktor pemicu
keberhasilan dan kegagalan organisasi;
v Sangat volatile
dan dapat berubah dengan cepat;
v Perubahannya tidak dapat
diprediksi;
v Jika terjadi perubahan
perlu diambil tindakan segera;
v Variabel tersebut dapat
diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate)
Membuat Sistem Pengukuran
Kinerja
Langkah 1 : Memperkirakan Kesiapan Organisasi
Langkah 2 : Merumuskan Tujuan
Langkah 3 : Menyiapkan Pertanyaan Kebijakan
Langkah 4 : Mengembangkan Rencana Kerja
Langkah 5 : Memulai Orientasi dan Pelatihan
Langkah 6 : Memilih Bidang Pelayanan Yang Akan Diukur
Langkah 7 : Merumuskan Misi, Tujuan dan Sasaran
Langkah 8 : Mengenali Pengukuran
Langkah 9 : Membuat Sistem Pengumpulan Data, Analisa dan
Pelaporan
Langkah 10 : Pemantuan dan Evaluasi
VALUE FOR MONEY
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik
yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas.
Ekonomi : pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga
yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Efisiensi : pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu.
Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan
standard kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas : tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara
sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Manfaat Implementasi
Konsep Value for Money
Æ Meningkatan efektivitas
pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran
Æ Meningkatkan mutu
pelayanan publik
Æ Menurunkan biaya
pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam
penggunan input
Æ Alokasi belanja yang
lebih berorientasi pada kepentingan publik
Æ Meningkatkan kesadaran
akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar pelaksanaan akuntanbilitas publik
LANGKAH PENGUKURAN adalah
sebagai berikut :
1. Pengukuran Ekonomi
2. Pengukuran Efisiensi
3. Pengukuran Efektivitas
4. Pengukuran Outcome
Estimasi indikator kinerja, meliputi :
1. Kinerja tahun lalu
2. Expert judgment
3. Trend
4. Regres