| Gudang artikel

Proses Seleksi dan Perencanaan obat Rumah Sakit

Rabu, 25 Juli 2018

Seleksi obat dilakukan oleh oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) dengan menyusun suatu daftar obat dan alat kesehatan yang akan digunakan di rumah sakit sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit. Setelah dilakukan seleksi, maka pengadaan obat dimulai dengan perencanaan obat (Maimun, 2008).
Seleksi obat adalah suatu proses untuk menetukan jenis obat yang benar-benar diperlukan yang sesuai dengan pola penyakit. Dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :
  1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis, dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik disbanding resiko efek samping yang ditimbulkan.
  2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jumlah obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
  3. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik.
  4. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih baik daripada apabila digunakan secara tunggal.
Seleksi obat-obat yang akan dimasukan ke dalam formularium digambarkan pada Gambar 2.





Gambar 2. Seleksi Obat dalam Penyusunan Formularium

Proses pemilihan obat untuk formularium dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Penetapan masalah kesehatan
Panitia farmasi dan terapi mencari informasi mengenai pola prevalensi penyakit di daerah RS didirikan. Prevalensi 10-20 penyakit tertinggi di daerah tersebut akan diprioritaskan dalam memilih obat. Selain pola penyakit, perlu juga data mengenai keluhan umum yang menyebabkan seseorang datang ke rumah sakit dan memerlukan terapi.
b.    Pemilihan jenis terapi dan penyusunan
Obat-obat (dan alat kesehatan) yang dapat digunakan dalam terapi didaftar,  lalu dipilih obat pilihan utama dan sekunder (lalu tersier) untuk pengobatan. Pemilihan obat ini didasarkan pada guideline terapi pengobatan yang terbaru dan yang berbasis bukti. Kemudian, ditentukan juga obat-obatan yang akan digunakan di RS, dan disusun daftar merk dagang yang tersedia untuk setiap obat. Daftar tersebut disusun menurut bentuk sediaan dan dosis setiap sediaan dengan mempertimbangkan bioavailabilitas-bioequivalency, harga obat, ketersediaan dana, kemampuan supplier menyediakan obat tepat waktu. Daftar tersebut disusun dalam formularium, yang merupakan output dari proses seleksi obat. Formularium menjadi dasar pengadaan obat di RS dan dasar dokter untuk memilih obat. Untuk penjaminan mutu RS, formularium perlu diperbaharui berkala.

1.        Perencanaan Obat
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat. Metode yang dapat digunakan yaitu: metode konsumsi dan metode epidemiologi. Pedoman perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medis, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana pengembangan.
Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Tahap-tahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah:
a.         Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri.
b.        Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi:
1)   Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun.
2)   Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
3)   Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kab/Kota secara periodik.
c.         Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan:
1)   Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Rumus yang digunakan adalah:
A = (B+C+D) - E
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok Pengaman 10% - 20%
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar pengobatan. jika data konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil. Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas yang baik.
2)   Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah:
a)    Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit.
b)   Menyiapkan data populasi penduduk.
c)    Menyediakan data masing-masing penyakit/tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
d)   Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
e)    Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
f)    Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang.
Keunggulan metode epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik.
d.        Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan:
1)   Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.
2)   Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang akan datang, dengan rumus:
a = b + c + d - e - f    

a  = perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang.
b = kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan).
c = kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d = perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman).
e = stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat.
f = rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Jan s.d Des).
3)   Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
4)   Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan: menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat berdasarkan sumber anggaran; menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua sumber.
5)   Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
e.         Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara:
1)   Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu:
a)    Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b)   Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c)    Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C:
a)    Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara kuantum obat x harga obat.
b)   Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
c)    Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
d)   Hitung kumulasi persennya.
e)    Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
f)    Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%.
g)   Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100%.
2)   Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu:
a)    Kelompok V: kelompok obat yang vital antara lain: obat penyelamat, obat untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
b)   Kelompok E: kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
c)    Kelompok N: kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Langkah-langkah menentukan VEN: menyusun kriteria menentukan VEN, menyediakan data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan (Dhendianto, 2010).


Jenis-jenis metode perencanaan dalam pengadaaan obat:
  1. Metode Konsumsi
Merupakan suatu metode perencanaan obat berdasarkan pada kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya. Cara perhitungannya :
1)   Hitung pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu
2)   Koreksi hasil pemakaian tiap obat periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan obat
3)   Koreksi langkah sebelumnya (koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan obat) terhadap stock out
4)   Lakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah a dan b
5)   Hitung periode yang akan datang untuk tiap jenis obat
atau :
Rencana kebutuhan obat tahun ini = jumlah pemakaian tahun lalu + stok kosong + kebutuhan leadtime + safety stock – sisa stok tahun lalu
 
 




Tabel 1. Keunggulaan dan Kelemahan Metode Konsumsi
Keunggulan
Kelemahan

-          Mudah dilakukan, data akurat
-          Tidak butuh data penyakit, standar terapi

-    Memakan waktu lebih banyak
-    Aspek medik pemakaian obat
tidak dapat dipantau

  1. Metode Epidemiologi
Merupakan metode berdasarkan pada pola penyakit yang ada dan didasarkan pada penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul di masyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap yang diperlukan antara lain menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan standar pengobatan yang digunakan untuk perencanaan dan menghitung perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian kebutuhan obat dengan alokasi dana. Perencanaan dengan metode epidemiologi ini lebih ideal, namun prasyaratnya lebih sulit untuk dipenuhi.

Tabel 2. Keunggulaan dan Kelemahan Metode Epidemiologi
Keunggulan
Kelemahan

-    Perkiraankebutuhan mendekati kebenaran
-    standar pengobatanmendukung usaha memperbaiki pola penggunaan obat


-    membutuhkanwaktu dan tenaga terampil
-    data penyakit sulitdiperoleh secara pasti
-    perlu pencatatan danpelaporan yang baik

c.       Metode kombinasi
Merupakan suatu metode perencanaan obat berdasarkan kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi.

Sistem penyimpanan obat di Gudang Farmasi

Kamis, 19 Juli 2018

Kegiatan-kegiatan penyimpanan meliputi pengaturan tata ruang dan penyusunan stok, pengamanan mutu obat, pencatatan mutu obat, dan Expired Date. Tata ruang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi dan efektifitas kegiatan-kegiatan dalam pelayanan perbekalan farmasi. Sistem penyimpanan barang di Gudang Farmasi dikelompokkan sesuai dengan jenis persediaan, sifat fisika dan kimia, diurutkan sesuai dengan abjad, kemudian diletakkan berdasarkan FIFO (First In First Out), dan FEFO (First Expired First Out).
Ruang penyimpanan terbagi menjadi beberapa kategori yaitu :
1)   Suhu kamar (>25oC), seperti sediaan padat atau oral dan alkes.
2)   Suhu sejuk (15o – 25oC), pada ruangan AC seperti beberapa sediaan injeksi, tetes mata, tetes telinga, salep mata


3)   Suhu dingin (2o – 8oC), pada almari pendingin seperti obat sitotoksik, sediaan suppositoria, insulin dan serum.
4)   Tempat penyimpanan khusus;
a)    Kelompok narkotika dan psikotropika.
b)   Kelompok infus, desinfektan, cairan hemodialisa, alat kedokteran dan alat perawatan.
c)    Kelompok bahan berbahaya mudah terbakar (B3 mudah terbakar).
d)   Kelompok bahan baku.
e)    Kelompok bahan radiologi seperti film rontgen disimpan pada tempat yang gelap/terlindung dari sinar matahari.
Ruang penyimpanan dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu : memiliki ventilasi yang cukup, suhu yang sesuai, tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat berakibat meningkatkan suhu ruangan, larangan merokok dalam ruangan dan memiliki kelengkapan alat pemadam kebakaran. Cara penyimpanan perbekalan farmasi dalam rak disusun secara alfabetis, golongan obat dan berdasarkan jenis sediaannya.
Sistem penyimpanan yang digunakan adalah sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired Date First Out). Barang-barang yang mudah terbakar maupun bahan beracun dan berbahaya (B3), penyimpanannya harus disertai dengan MSDS dari pabrik yang bersangkutan. Pencatatan barang yang disimpan dilakukan pada kartu stok yang berisi keterangan tentang nama barang, kemasan/isi, nomor batch, tanggal, asal, jumlah masuk, jumlah keluar dan sisa barang. Penyimpanan sediaan psikotropika dan narkotika dilakukan dalam lemari khusus yang terkunci.
1.      Satelit Farmasi Rawat Jalan
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) merupakan revenue center bagi rumah sakit, sehingga efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset merupakan hal yang sangat penting bagi rumah sakit. Satelit Farmasi di Rumah Sakit Margono Soekarjo (RSMS) terbagi atas beberapa bagian, salah satu di antaranya adalah Sub Satelit Farmasi Rawat Jalan, yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian terhadap pasien rawat jalan di RSMS, yang kemudian dibagi lagi menjadi dua Satelit Farmasi (SF), yaitu SF Rawat Jalan Umum dan SF Rawat Jalan ASKES.
Salah satu tugas dari Satelit farmasi sebagai unit pelayanan yaitu melakukan pelayanan resep yang mencakup penerimaan resep bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan memastikan penyerahan obat yang tepat pada penderita. Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanan penggunaan obat untuk pasien. SF Rawat Jalan Umum bertugas melayani resep dari pasien umum (bayar sendiri), sedangkan SF Rawat Jalan ASKES memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien peserta ASKES dan JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang telah diperiksa di poliklinik yang ada di RSMS, meliputi poliklinik penyakit dalam, bedah, anak, mata, jantung, syaraf, paru, THT, gigi, kebidanan dan kesehatan jiwa.
Satelit farmasi rawat jalan umum dipisahkan dari satelit farmasi rawat jalan ASKES bertujuan untuk mempermudah dalam hal administrasi dan mempersingkat waktu dalam memberikan pelayanan obat kepada pasien. Pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi Rawat Jalan melibatkan pelaksana farmasi, pelaksana logistik dan pelaksana administrasi. Pelaksana farmasi bertanggung jawab dalam penerimaan resep, peracikan dan penyerahan obat. Pelaksana logistik bertugas dalam melaksanakan kegiatan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta peralatan penunjang pelayanan farmasi. Pelaksana administrasi bertugas melaksanakan kegiatan administrasi untuk mendukung fungsi manajemen di SF Rawat Jalan. Kegiatan administrasi yang dilakukan meliputi pencatatan dan pendokumentasian kegiatan yang telah dikerjakan dalam pelayanan kefarmasian di SF Rawat Jalan.

Definisi penyakit paru paru PNEUMONIA

Rabu, 18 Juli 2018

PNEUMONIA

DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru yang disebabkan oleh sejumlah bakteri yang berbeda, virus, parasit, dan jamur, yang mengakibatkan peradangan pada parenkim paru-paru dan akumulasi dari eksudat inflamasi di saluran udara. Infeksi biasanya dimulai di alveoli, dengan penyebaran sekunder untuk interstitium, sehingga konsolidasi dan pertukaran gas terganggu. Infeksi juga dapat meluas ke rongga pleura, menyebabkan pleurisy (radang pleura, ditandai dengan nyeri pada inspirasi). 

ETIOLOGI 
Meskipun kemajuan teknologi dalam diagnosis, penyebab tertentu tidak diidentifikasi dalam sebanyak 50% kasus pneumonia. Bahkan dalam kasus-kasus di mana diagnosis mikrobiologis dibuat, biasanya ada penundaan beberapa hari sebelum patogen dapat diidentifikasi dan kerentanan antibiotik ditentukan. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Bakteri penyebab pneumonia masyarakat bervariasi oleh penyakit penyerta dan keparahan infeksi paru


PATOGENESIS 
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. 

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai paru-paru : 
1. Penghirupan langsung dari tetesan pernapasan infeksius 
2. Penyebaran melalui pembuluh darah 
3. Inhalasi bahan aerosol 
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa 

Mekanisme pertahanan paru udara yang masuk dengan partikulat tersuspensi dikenakan turbulensi di bagian hidung dan kemudian perubahan mendadak dalam arah aliran udara sebagai dialihkan melalui faring dan sepanjang cabang-cabang pohon trakeobronkial. Partikel yang lebih besar dari 10 mm terjebak dalam hidung atau faring, mereka dengan diameter 2-9 mm yang disimpan pada selimut mukosiliar, hanya partikel yang lebih kecil mencapai alveoli. Micobacterium tuberculosis dan Legionella pneumophila adalah contoh dari bakteri yang disimpan secara langsung di saluran udara lebih rendah melalui inhalasi partikel udara kecil. Bakteri terjebak di saluran udara bagian atas dapat menjajah orofaring dan kemudian diangkut ke paru-paru baik oleh "microaspiration" atau dengan aspirasi terang-terangan melalui epiglotis terbuka (misalnya, pada pasien yang kehilangan kesadaran setelah konsumsi alkohol yang berlebihan). Epitel pernapasan memiliki sifat khusus untuk melawan infeksi. Sel epitel ditutupi dengan mengalahkan silia diselimuti oleh lapisan lendir. Setiap sel memiliki sekitar 200 silia yang mengalahkan sampai 500 kali / menit, memindahkan lapisan lendir ke atas menuju laring. Lendir itu sendiri mengandung senyawa antimikroba seperti lisozim dan IgA sekretori antibodi. Perokok kronis mengalami penurunan kliren mukosiliar sekunder untuk kerusakan silia dan harus, karena itu, lebih mengandalkan pada refleks batuk untuk membersihkan material yang disedot, sekresi berlebihan, dan benda asing. Bakteri yang mencapai bronkiolus terminal, saluran alveolar, dan alveoli yang aktif terutama oleh makrofag alveolar dan neutrofil. Opsonisasi dari mikroorganisme oleh komplemen dan antibodi meningkatkan fagositosis oleh sel-sel. 

Penurunan pada setiap tingkat pertahanan tuan rumah meningkatkan risiko mengembangkan pneumonia. Anak-anak dengan fibrosis kistik memiliki cacat aktivitas silia dan rentan untuk mengembangkan infeksi sinopulmonary berulang, terutama dengan aureus S dan P aeruginosa. Pasien dengan neutropenia, baik diperoleh atau bawaan, juga rentan terhadap infeksi paru-paru dengan bakteri gram negatif dan jamur. Antigenik stimulasi sel T menyebabkan produksi limfokin yang mengaktifkan makrofag dengan aktivitas bakterisida ditingkatkan. Pasien terinfeksi HIV telah habis jumlah CD4 T dan pra-dibuang ke berbagai infeksi bakteri (termasuk mikobakteri) dan jamur. 

MANIFESTASI KLINIK 
Kebanyakan pasien dengan pneumonia mengalami demam, batuk, takipnea dan takikardia. Manifestasi paru yang dapat memberikan petunjuk kepada agen etiologi termasuk faringitis (Chlamydia pneumoniae), eritema nodosum ruam (infeksi jamur dan mikobakteri), dan diare (Legionella). 

DIAGNOSIS 

1. Gambaran klinis 

a. Anamnesis 

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40áµ’C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. 

b. Pemeriksaan fisik 

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. 

2. Pemeriksaan penunjang 

a. Gambaran radiologis 

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisialserta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. 

b. Pemeriksaan labolatorium 

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Contoh pertanyaan saat akreditasi kepada kepala Farmasi dan Apoteker


Contoh pertanyaan saat akreditasi kepada kepala Farmasi

1. Jelaskan bagaimana proses pengadaan obat di RS (MPO 2)
2. Apa yang dilakukan kalau obat tidak ada dalam formularium (MPO 2 )
3. Bagaimana cara mengatasi obat yang diminta dokter tidak tersedia ( MPO 2)
4. Bagaimana instalasi mengawasi obat – obat yang disimpan didalam dan diluar instalasi farmasi (MPO 2 )
5. Ceritakan cara mengidentifikasi obat-obat LASA (MPO 2)
6. Bagaimana saudara memastikan bahwa staf memahami identifikasi obat LASA (MPO 2)
7. Bagaimana penyimpanan dan pelabelan obat untuk menjamin keamanan obat (MPO 2)

Contoh pertanyaan seputar akreditasi terhadap Apoteker :

1. Tolong di jelaskan bagaimana proses telaah resep / order yg diterima farmasi (MPO 2.1)

2. Bagaimana saudara melakukan stok opname dikaitkan dgn obat kadaluarsa (MPO 2.2)

3. Apa tindakan staf mengatasi bila obat tidak tersedia (MPO 2.2)

4. Bagaimana memastikan bahwa obat disimpan di kulkas sudah sesuai dengan kondisi stabilisasi produk (MPO 3)

5. Bagaimana memastikan obat narkotik disimpan, digunakan dan dilaporkan sesuai dgn peraturan yang berlaku ( MPO 3)

6. Bagaimana memastikan obat emergency tersimpan dgn baik dan mudah di akses (MPO 3)

7. Bagaimana memastikan obat high alert dan high risk di simpan dalam container yg berbeda (MPO 3)

8. Jelaskan cara monitoring dan pelaporan efek samping dan alergi terhadap obat

9. Bagaimana penyimpanan dan pengendalian obat sample (MPO.3.3) dan bagaimana anda memastikan bahwa semua obat disimpan sesuai kebijakan yang ditetapkan RS (MPO.3.4)

10. Bagaimana proses telaah obat (MPO.6.1)
11. Apabila tempat dan fasilitas penyimpanan sempit/ terbatas alternatif apa yang dapat dilakukan , dengan tetap menjamin keamanan

12. Bagaimana dan dimana persiapan pencampuran obat IV ?

13. Bagaimana dan dimana penyampuran obat kemoterapi ?