KEBIJAKAN
INSTALASI FARMASI
A. KEBIJAKAN
SELEKSI DAN PENGADAAN
1.
Obat
yang tidak tersedia karena stok out dikonfirmasi kepada penulis resep
dan diajukan saran substitusinya, jika penulis resep tidak bersedia diganti
dengan obat substitusi, maka obat dapat dicopy resep untuk pasien rawat jalan,
namun untuk pasien rawat inap, obat harus tetap disediakan melalui mekanisme
pengadaan obat insidentil dan mendesak setelah disetujui kepala Unit Farmasi.
2.
Obat
atau alkes yang tidak termasuk dalam daftar formularium rumah sakit
diinformasikan kepada penulis resep dan disarankan subtitusinya. Jika penulis
resep tidak menyetujui saran subtitusi maka dibuatkan resep keluar RS untuk
pasien rawat jalan dan dilakukan order oleh bagian farmasi bagi pasien rawat
inap setelah mendapat persetujuan TFT.
3.
Usulan
penambahan obat atau alkes dalam formularium oleh dokter harus ditelaah oleh
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan mendapatkan rekomendasi sebelum di setujui
oleh direktur.
4.
Almari
narkotika dan psikotropika harus selalu terkunci. Kunci disimpan ditempat yang
hanya diketahui oleh petugas Unit Farmasi.
5.
Pada
saat persediaan perbekalan farmasi terkunci, petugas dapat mengakses perbekalan
farmasi yang dibutuhkan ke unit lain, emergensi kit atau jika perbekalan
farmasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka
petugas dapat merusak kunci almari penyimpanan perbekalan farmasi tersebut.
6.
Pada
saat persediaan perbekalan farmasi terkunci, petugas dapat mengakses perbekalan
farmasi yang dibutuhkan ke unit lain, emergensi kit atau jika perbekalan
farmasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka petugas
dapat masuk ke gudang penyimpanan.
B. KEBIJAKAN
PENYIMPANAN
1.
Penyimpanan
perbekalan farmasi dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu
dan stabilitasnya, mudah dan tidaknya terbakar, tahan atau tidaknya terhadap
cahaya yang disusun secara alfabetis dengan urutan penggunaan metode FEFO (First
Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) termasuk sediaan di
emergency kit.
2.
Penyediaan
dan penggunaan obat yang dibawa pasien menjadi tanggung jawab pasien setelah
pasien mendapatkan informasi yang adekuat dari petugas.
3.
Obat
emergensi tersedia di setiap unit nurse station, isinya disesuaikan
dengan standar masing-masing unit. Obat disimpan pada tas atau wadah yang
terkunci plastik bernomor register sekali pakai. Obat emergensi dipisahkan dari
obat lain dan hanya digunakan saat emergensi. Pengecekan dilakukan secara
berkala. Penggantian dilakukan setelah obat emergensi digunakan atau
kadaluwarsa.
4.
Pengembalian
perbekalan farmasi near ED bagian lain yang disimpan sebagai floor
stock ke bagian farmasi minimal 3 bulan dari tanggal kadaluwarsa yang
tertera di kemasan perbekalan farmasi tersebut.
5.
Penarikan
obat dan alkes oleh PBF direspon oleh bagian farmasi dengan menyerahkan obat
dan alkes dimaksud serta melakukan pelacakan di seluruh unit terkait yang
dimungkinkan menyimpan/ menggunakan obat dan alkes tersebut. Biaya yang timbul
dari proses penarikan obat atau alkes oleh PBF dibebankan kepada PBF tersebut.
6.
Obat
dan alkes yang sudah kadaluwarsa tidak boleh digunakan.
7.
Obat
dan alkes yang sudah kadaluarsa atau out of date yang sudah tidak
dimanfaatkan lagi disimpan dan dikumpulkan ditempat yang terpisah dan
dilaporkan kepada direktur untuk dimusnahkan.
8.
Obat
dan alkes yang sudah ketinggalan jaman (out of date) dan tidak
dimanfaatkan lagi dapat dimusnahkan.
9.
Pemusnahan
dilakukan terhadap perbekalan farmasi kadaluarsa atau rusak dan resep yang
sudah berumur minimal 3 tahun setelah mendapatkan persetujuan direktur dengan
cara pemusnahan yang sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
C.
KEBIJAKAN PEMESANAN DAN PENCATATAN
1.
Terdapat
dua macam formulir permintaan obat yang
legal di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma, yaitu:
a.
Resep
yang ditulis oleh dokter.
b. FPO (Formulir Permintaan Obat) yang ditulis
oleh perawat dan bidan untuk pasien rawat inap.
2.
Ketentuan
penulisan resep:
a.
Resep
ditulis oleh dokter yang telah memiliki SIP dan surat tugas.
b.
Resep
ditulis dengan tulisan yang jelas terbaca.
c.
Menggunakan
istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak disalahartikan.
d.
Resep
dinyatakan lengkap jika tercantum:
1)
Nama
lengkap pasien.
2)
Tanggal
lahir atau umur pasien (jika tidak mengingat tanggal lahir).
3)
Berat
badan pasien (untuk pasien anak).
4)
Nomor
rekam medik.
5)
Nama
dokter.
6)
Tanggal
penulisan resep.
7)
Mengisi
kolom riwayat alergi obat pada lembar resep.
8)
Tanda
R/ pada setiap sediaan.
9)
Untuk
nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh:
injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh 500mg, 1 gram).
10)
Jumlah
sediaan.
11)
Bila
obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis / bahan obat dan jumlah bahan
obat (untuk bahan padat: microgram, milligram, gram) dan untuk cairan: tetes,
milliliter, liter.
12)
Pencampuran
beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif.
13)
Aturan
pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau
prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
14)
Paraf
atau tanda tangan dokter penulis resep.
15)
Peresepan
mengacu pada formularium Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Wijayakusuma.
3.
Ketentuan
penulisan Formulir Pemesanan Obat (FPO)
a.
FPO
ditulis dengan tulisan yang jelas terbaca.
b.
FPO
berisi nama obat dan jumlahnya
c.
FPO
berisi alat kesehatan dan jumlah yang diminta.
d.
Identitas
pasien meliputi: nama, alamat, berat badan pasien anak, umur, no rekam medis,
dan nama ruang rawat.
4.
Batasan
penulisan resep:
a.
Yang
berhak menulis resep adalah dokter yang mempunyai SIP di Rumah Sakit Khusus Ibu
dan Anak.
b.
Obat
yang diresepkan harus sesuai dengan formularium Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak
Wijayakusuma.
c.
Setiap
obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.
d.
Resep
narkotik dan psikotropik harus disertai tanda tangan dokter, untuk obat selain
narkotik dan psikotropik cukup dengan paraf saja.
5.
Dokter
dan petugas pemesan obat diberikan pelatihan penulisan resep dan Formulir
Permintaan Obat.
6.
Permintaan
cito unit lain dilayani menggunakan resep atau permintaan obat, bila tidak
memungkinkan permintaan menggunakan resep
7.
Unit
farmasi mencatat perbekalan farmasi yang diminta pasien rawat inap pada buku
bantu.
8.
Pencatatan
obat di status rekam medis pasien dilakukan oleh dokter dan atau perawat.
9.
Pencatatan
dan pengarsipan resep sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. KEBIJAKAN
PERSIAPAN DAN PENYALURAN
1.
Petugas
farmasi tidak diperbolehkan berasumsi sendiri tentang tulisan pada resep atau
FPO dan diwajibkan untuk menghubungi pembuat resep atau FPO jika tidak jelas
terbaca. Jika dokter penulis resep tidak dapat dikonfirmasi selama 30 menit
maka petugas farmasi menghubungi dokter jaga.
2.
Petugas
yang berwenang menyerahkan obat, menelaah resep dan FPO adalah apoteker
sedangkan asisten apoteker berwenang menyerahkan obat, menelaah resep jika
telah mendapatkan pendelegasian dari apoteker. Telaah resep dilakukan berdasarkan
profil pasien yang tersedia.
3.
Sistem
distribusi perbekalan farmasi terdiri dari : sistem resep perorangan pada unit
rawat jalan, sistem unit dosis UDD (Unit Dose Dispensing) pada unit
rawat inap, sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock ) pada
ruang Unit Gawat Darurat, Ruang operasi, Unit Kamar Bersalin, Poli rawat jalan,
Nurse Station rawat inap, Laboratorium, Radiologi, kotak
emergensi.
4.
Permintaan
obat pasien rawat inap berdasarkan sistem Unit Dose Dispensing.
Permintaan diserahkan ke bagian farmasi setelah visite dokter untuk
pemberian hari tersebut hingga pemberian siang hari berikutnya.
5.
Pendistribusian
perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggungjawab
perawat ruangan.
6.
Setiap
ruang rawat harus mempunyai penanggungjawab obat.
7.
Obat
didistribusikan pada pasien secara akurat setelah memastikan 7 benar yaitu
benar obat, benar pasien, benar dosis, benar aturan pemakaian, benar cara
pemberian, benar waktu pemberian dan benar pendokumentasian.
8.
Obat
didistribusikan dalam bentuk yang paling siap untuk digunakan termasuk
obat-obatan yang memerlukan pengenceran seperti sirup kering dan lain-lain.
9.
Obat-obatan
yang disalurkan tidak dalam kemasan aslinya atau disalurkan dalam bentuk/wadah
yang berbeda ( dan obat tidak segera diberikan), maka obat obat harus diberi
label dengan nama obat, dosis/konsentrasi, tanggal penyiapan dan tanggal
kadaluwarsa obat.
10.
Memberikan
pelayanan selama 24 jam terus menerus keseluruh bagian yang terkait seperti
IGD, rawat inap, rawat jalan, dan rawat inap intensif dengan system satu pintu.
E. KEBIJAKAN
PEMBERIAN
1. Petugas yang diberikan wewenang untuk
memberikan obat di ruang perawatan selama pasien di rawat di rumah sakit adalah
perawat dan bidan yang diberikan otorisasi pemberian obat berdasarkan
pendelegasian tugas dan wewenang dari Apoteker.
2. Pemberian edukasi pasien rawat inap
dilakukan oleh dokter, perawat, dan apoteker.
3. Petugas yang meyerahkan obat pasien
rawat jalan adalah apoteker dan asisten apoteker yang diberi pendelegasian
tugas dan wewenang oleh apoteker. Pemberian obat disertai informasi yang
mencakup:
a.
Indikasi
obat.
b.
Cara
pakai obat.
c.
Frekuensi
penggunaan, sebelum, bersama, atau sesudah makan.
d.
Cara
penyimpanan obat.
4. Waktu tunggu pelayanan resep pasien
rawat jalan untuk sediaan jadi adalah 8 menit, sediaan racikan adalah 30 menit terhitung dari
pasien menyerahkan resep ke petugas farmasi.
5. Obat yang diresepkan harus dicatat
dalam rekam medis pasien.
6. Setiap pemakaian perbekalan farmasi di
rumah sakit harus dicatat dalam lembar yang sesuai.
F.
KEBIJAKAN PEMANTAUAN
1. Pengawasan dilakukan sebagai upaya
untuk melindungi perbekalan farmasi dari kehilangan atau pencurian di farmasi
atau lokasi lainnya termasuk di emergency kit dengan kamera CCTV
dan pemilihan penanggungjawab bagian.
2. Pengawasan pengelolaan obat di setiap
unit disupervisi secara berkala meliputi: jenis, jumlah, dan stabilitas.
3. Pengawasan penggunaan obat oleh Tim
Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat, penambahan obat baru, dan monitoring
efek samping obat di rumah sakit.
4. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang
meliputi Kejadian Potensial Cedera (KPC), Kenjadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), Sentinel Event dimonitor,
didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2 x 24 jam sejak kejadian
ditemukan.
G. KEBIJAKAN
PENINGKATAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (OBAT HIGH ALERT)
1. High-Alert Medication adalah obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius
(sentinel event) saat pemesanan, penyiapan, pemberian serta penyimpanan dan
obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
2. Kelompok Obat High-Alert diantaranya :
a.
Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya
mirip ( Nama obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, atau Look Alike Sound Alike /
LASA).
b.
Elektrolit
Konsentrasi tinggi Magnesium Sulfat (MgSO4 20%)
3. Obat –obat yang tergolong High-Alert Medication dirumah
sakit ditetapkan oleh unit farmasi
4. Informasi tentang high-alert medication dicantumkan dalam Formularium Rumah Sakit.
5. Unit Farmasi bertanggung jawab
terhadap semua sediaan farmasi / perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit
termasuk High-Alert Medication.
6. Penatalaksaan, pengawasan
penyelengaraan pelayanan high-alert
medication dilaksanakan oleh kepala unit farmasi rumah sakit khusus ibu dan
anak wijayakusuma
7. Pengadaan obat yang tergolong High-Alert Medication dilakukan pada
distributor yang resmi ditunjuk oleh industry farmasi
8. Penyiapan obat yang tergolong High-Alert Medication dilakukan oleh
petugas Unit Farmasi
9. Obat High-Alert diberi label khusus dengan warna merah pada saat
penyimpanan maupun penyerahan kepada pasien.
10. Penyimpanan obat high-alert
ditempatkan pada tempat yang khusus, dipisahkan dengan obat yang lainnya.
11. Penyimpanan obat NORUM / LASA tidak
diletakan dengan jarak yang saling berdekatan untuk menhindari kesalahan.
12. Elektrolit konsentrat disimpan pada
lemari khusus dan dikunci.
13. Elektrolit konsentrat tidak boleh
disimpan di unit perawatan pasien, kecuali jika dibutuhkan secara klinis sepeti
diruang VK (Verlos Kamer)/ ruang bersalin dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut.
14. Elektrolit konsentrat yang disimpan
pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas dandisimpan pada area
yang dibatasi ketat (restricted).
15. Sebelum pemberian obat-obat High Alert kepada pasien harus dilakukan
double check / cek ulang oleh paramedic – apotek – paramedic, meliputi : tepat
pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, dan tepat waktu
dibuktikan dengan paraf konfirmasi dan cap High
Alert
16. Penulisan resep obat High Alert menggunakan huruf Kapital
untuk membantu menghindari terjadinya kesalahan.
17. Instruksi lisan obat High Alert hanya boleh dalam keadaan
emergency dan nama obat harus di eja per huruf
18. Setiap botol infuse diberi stiker /
label, ada atau tidak ada obat tambahan ditempel pada botol cairan infuse.
19. Daftar obat High Alert harus diperbaharui setiap 1 (satu) tahun atau insidentil
/ sesuai kebutuhan
20. Pencatatan expired date oba-obatan di tiap unit dilaksanakan oleh kepala unit
farmasi rumah sakit khusus ibu dan anak wijayakusuma.