Ciri khas paling utama yang membedakan matematika dari berbagai cabang sains empiris dan yang bertanggung jawab akan kemasyurannya sebagai ratunya sains. Tidak meragukan adalah keistimewaannya pada hasilnya yang perlu dan pasti. Suatu hipotesis yang berkaitan dengan “materi fakta empiris” dapat mencapai paling baik seperti yang biasa disebut memiliki probabilitas tinggi atau mempunyai derajat konfirmasi tinggi atas dasar bukti relevan yang tersedia. Tetapi, bagaimanapun baiknya hipotesis itu telah dikonfirmasikan dengan uji yang hati-hati, probabilitas yang tinggi tersebut tidak akan pernah menepis atas penolakan bahwa hipotesis itu kelak di kemudian hari berdasarkan bukti ketidakcocokannya atas metode uji yang baru. Jadi, semua teori dan hipotesis sains empiris tunduk pada ciri khas “untuk sementara waktu” yang telah dibangun dan diterima “sampai catatan selanjutnya”. Sementara teorema-teorema matematika sekali dibuktikan, sekali dibangun, untuk selama-lamanya.
Sifat kebenaran matematika dapat dipahami melalui analisis metode dengan cara bagaimana ia dibangun. Di sini dengan singkat dapat disebutkan : cara ini adalah metode demonstrasi matematis yang terdiri atas deduksi logis proporsisi-proporsisi yang akan dibuktikan dari proporsisi-proporsisi lainnya, yang telah terlebih dahulu dibuktikan. Geometri secara historis merupakan contoh pertama kali dari disiplin matematika yang disajikan secara aksiomatis. Seperangkat postulat klasik, bagaimanapun, di mana Euclid mandasarkan sistemnya, telah terbukti ketakcukupannya untuk deduksi di atas teorema-teorema terkenal dalam apa yang disebut dengan gometri-euclid, maka postulat-postulat klasik ini telah direvisi dan ditambahkan dalam zaman modern ini, dan sekarang berbagai postulat yang cukup memadai untuk geometri Euclid, telah tersedia. Orang yang sangat dekat hubungannya dengan system Euclid barangkali adalah Hilbret.
Ketidakcukupannya Postulat-Postulat Euclid
Tak cukupnya perangkat postulat-postulat milik Euclid adalah penggambaran suatu titik yang krusial bagi metode aksiomatis dalam matematika modern. Setelah postulat-postulat suatu teori ditetapkan, setiap proporsisi selanjutnya dalam teori itu harus dibuktikan secara eksklusif dengan metode deduksi logis dari postulat-postulat. Setiap keinginan, eksplisit atau implicit, terhadap semacam perasaan atau self-evidence, atau terhadap cirri khas gambar-gambar geometri , atau terhadap pengalaman kita terhadap benda-benda kaku dalam ruang fisik atau sejanis, amat sangat dilarang. Cara-cara demikian boleh mempunyai nilai heuristic (meneliti sendiri) dalam membimbing usaha kita untuk mencapai bukti langsung teori-teori itu, akan tetapi bukti itu sendiri harus sama sekali tidak memuat acuan yang demikian sebagai alat bantu. Hal ini penting utamanya dalam geometri, dimana apa yang biasa kita sebut intuisi hubungan geometri kita, dibantu oleh acuan gambar-gambar atau pengalaman fisik terdahulu, dapat dengan diam-diam mempengaruhi penggunaan asumsi-asumsi yamg tidak dirumuskan di dalam postulat-postulat atau tidak dapat dibuktikan dengannya.
Kepastian Matematika
Ciri khas deduksi murni dalam pembuktian matematika inilah yang membentuk dasar kepastian matematika. Apa yang dibangun oleh bukti matematis yang rigor (umpamanya proporsisi tentang jumlah sudut-sudut suatu segitiga) bukanlah kebenaran proporsisi dalam permasalahan itu melainkan pemahaman suatu kondisional yang berarti bahwa proporsisi itu pasti benar asalkan saja postulat-postulat itu benar. Dengan kata lain, bukti proposisi matematika membangun fakta bahwa yang terakhir itu adalah implikasi logis dari postulat-postulat teori yang yang dipermasalahkan. Jadi, setiap teorema matematika dapat disusun kedalam bentuk:
(P1.P2.P3…PN) ------> T
Dimana ungkapkan sebelah kiri adalah konjungsi (gabungan arsesi) dari semua postulat, lambing sebelah kanan menyajikan teorema dalam perumusan biasanya, dan panah mengungkapkan relasi implikasi logis atau kelahiran. Ketetapan cirri khas teorema matematika ini adalah penalaran tentang kepastian dan keperluan utama, disebutkan dimuka.
Ciri khas deduksi murni ialah bahwa kesimpulan yang diperoleh tidak lain hanyalah mengarsesi kembali (sejati atau tak sejati) bagian apa yang telah diungkapkan dalam premis-premis. Hal yang sama dalam semua kasus deduksi logis yang lain (dan merupakan satu-satunya metode bukti dalam matematika) adalah suatu teknik analisis konsptual : metode menyingkap asersi apa yang tersembunyi di dalam seperangkat premis yang diberikan.
Oleh karena semua bukti matematis mendasarkan secara ekslusif pada deduksi logis dari postulat-postulat tertentu, akibatnya ialah bahwa suatu teorema matematika tertentu, seperti teorema Pythagoras di dalam geometri tidak mengarsesikan apapun bahwa secara objektif atau secara teoritis baru jika dibandingkan dengan postulat-postulat tempat teorema-teorema itu diturunkan, meskipun isinya dapat saja secara psikologis baru dalam arti bahwa kita tidak menyadari atas keberadaannya secara implisit telah terkandung di dalam postulat-postulat itu.
Sifat kepastian utama matematika itu sekarang jelas : suatu teorema matematika adalah pasti relatif terhadap perangkat aksioma dari mana teorema itu diturunkan, yaitu perlu untuk benar jika dibuktikan secara rigor, mengarsesikan kembali bagian apa yang telah dipersyaratkan dalam postulat-postulat. Kebenaran jenis kordisional ini jelas berimplikasi tidak ada arsesi tentang materi fakta empiris dan dengan demikian menjadi tidak pernah terjadi pertentangan dengan sembarang penemuan empiris, bahkan pada jenis yang paling tidak diharapkan sekalipun. Kebenaran matematika adalah kepastian yang tidak dapat dipersalahkan oleh sebab ia kosong dari faktual, atau konten empiris. Dengan demikian sebarang teorema geometri, jika ditata kdalam bentuk kordisional seperti dilukiskan di atas, bersifat analisis dalam arti teknik logis, sehingga benar apriori yaitu, kebenarannya dapat dibangun melalui mesin logika formal sendiri, tanpa sebarang acuan data empiris.
Postulat dan Kebenaran
Sementara bukti geometri tidak diragukan lagi disebabkan kita dapat mengasersikan suatu proposisi secara kondisional yaitu atas kondisi bahwa postulat – postulat ditrima. Apakah tidak benar menambahkan bahwa geometri juga mengasersikan secara tidak kondisional kebenaran postulat-postulatnya dan dengan demikian, menurut hubungan deduktif antara postulat dan teorema. Jelas oleh dua aspek penting dalam perlakuan aksiomatis dalam geometri yang akan dibicarakan dengan singkat berikut ini :
Aspek pertama adalah fakta yang sangat terkenal bahwa dalam perkembangan matematika masa kini, beberapa system geometri telah dibangun yang ternyata tidak kompatibel dengan geometri Euclid dan didalamnya. Postulat geometri Euclid yang sangat mendasar terkenal dengan postulat kesejajaran,yang mengasersikan bahwa melalui setiap titik P yang tidak pada garis / terdapat tepat satu titik garis sejajar yaitu suatu garis yang tidak memotong garis. Tipe geometri non Euclid yang pertama ini,disebut geometri hiperbolik,diketemukan pada awal tahun dua puluh abad ke-19. Hamper bersamaan, tetapi tidak saling mempengaruhi satu sama lain, juga oleh orang Rusia N.L. Lobachevsky dan oleh seorang Hungaria J. Bolyai. Kemudian Rieman mengembangkan geometri alternatif, yang dikenal sebagai geometri eliptik, dimana aksioma kesejajaran diganti dengan postulat yang mengatakan bahwa tidak ada sembarang garis yang sejajar.
Kenyataan bahwa berbagai jenis geometri ini telah dikembangkan di dalam matematika modern jelas menunjukkan bahwa matematika tidak dapat dikatakan mengasersikan kebenaran sembarang perangkat postulat geometri khusus. Semuanya dapat dibangun oleh konsekuensi deduktif dari seperangkat postulat yang diberikan dan dengan demikian perlunya kebenaran teorema-teorema yang diakibatkan relatif pada postulat-postulat yang mendasarinya.
Aspek kedua, observasi yang serupa menunjukkan bahwa matematika tidak mengasersikan kebenaran sembarang seperangkat khusus yang mengacu pada kedudukan konsep-konsep dalam geometri. Terdapatlah dalam setiap teori aksiomatis, kemiripan yang dekat antara pelaku proposisi-proposisi dan konsep-konsep dalam system itu. Secara analogis konsep-konsep terbagi dalam dua kelompok : konsep-konsep dasar atau primitif-primitif, dimana tidak ada definisi yang diberikan,dan yang lain-lain yang masing-masing harus didefinisikan dengan tepat dalam term-term primitive. Analogi diteruskan : tepat seperti terdapatnya tak hingga banyak, secara teori system aksioma yang sesuai untuk sebuah teori yang sama. Misalnya geometri Euclid maka secara teori terdapat tak hingga banyakpilihan yang mungkin untuk term-term primitive dalam teori itu. Aksiomatisasi Hibert pada geometri datar memuat enam primitif titik, garis lurus,terletak ( suatu titik pada suatu garis), antara ( sebagai relasi tiga titik pada suatu garis lurus ), kongruen untuk ruas-ruas garis, dan kungruen untuk sudut-sudut. Geometri ruang,dlam aksiomatisasi Hilbert, memerlukan dua tambahan primitive lagi, yaitu bidang dan letak titik tehadap bidang. Semua konsep geometri yang lain , seperti sudut,segitiga,lingkaran, dan sebagainya,didefinisikan dalanm term-term konsep dasar.
Sebagai konsekuensinya, geometri tidak dapat dikatakan mengasersikan kebenaran postulat-postulatya, sebab yang terakhir itu dirumuskan dalam term-term konsep tanpa sembarang makna istemewa. Dengan alasan inilah, postulat-postulat sendirian tidak membuat sembarang asersi khusus yang memungkinkan orang dapat metetapkan benar atau salah! Dalam terminologi logika modern,postulat-postulat itu bukan kalimat-kalimat, akan tetapifungsi kalmiat denan konsep-konsep primitif sebagai variable argumen. Hal ini juga menunjukkan bahwa postulat-postulat.
0 komentar:
Posting Komentar